Jumat, 07 November 2008

Ritual Islam

Ritual Islam dalam Dunia Pendidikan

Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya dan berlindung kepada-Nya dari keburukan jiwa dan perbuatan kami. Barangsiapa yang ditunjuki Allah maka tidak ada yang menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan maka tidak ada yang akan menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad  adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepadanya.
Amma ba’du.
Kini, seperti diketahui, tongkat komando peradaban berada di dunia barat. Keterpurukan dan keterbelakangan begitu lekat di tubuh umat ini. Kejahilan umat Islam terhadap ajaran agamanya luar biasa akutnya.
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (At-Taubah : 32)
Kita perlu melihat realitas umat Islam saat ini. Banyak persoalan yang melilit. Kondisi internal pecah belah dan koyak-moyak. Barisan munafikin yang berkedok liberalis, pluralisme dan demokratis, meski kerangka kerjanya sudah terang : menikam kaum muslimin dari belakang.
Berbicara tentang skala prioritas, adalah fakta yang tak terpungkiri bahwa umat Islam begitu jahil dan awam terhadap ajaran agamanya. Benarlah sabda Rasulullah , “Islam itu datang dalam keadaan asing, dan akan kembali dalam keadaan asing, sebagaimana ia datang. Maka berbahagialah orang-orang asing.” Para sahabat bertanya, “Siapakah yang dimaksud orang-orang asing itu? Rasul  menjawab, “Yang melakukan ishlah (perbaikan) ketika manusia rusak.” Demikian, sebagaimana dituturkan Imam Muslim dalam Shahih-nya.
Yang ingin ditekankan di sini, betapa pun pentingnya persoalan politik, ekonomi dan sosial umat, faktanya Rasulullah  memulai perjuangannya melalui pembersihan aqidah dari segala macam bentuk syirik dan kekufuran. Fasenya pun lebih lama 13 tahun di Makkah, dibandingkan pembangunan infrastruktur, sosial, ekonomi, budaya dan pertahanan keamanan dan selama 10 tahun fase Madinah. Karenanya, upaya dan semangat umat harus terus dilecut untuk memperkuat pemahaman dan pengamalannya terhadap ajaran Islam.
Ajaran Islam tidak terlepaskan dari kegiatan ritual di dalamnya yang erat kaitannya dengan rukun islam yang lima, dikarenakan Islam dibangun dengan kelima pondasi tersebut, yang mana pondasi tersebut adalah sebagai berikut : syahadat, shalat, puasa Ramadhan, zakat dan haji bila mampu. Disamping masih banyak jenis-jenis ritual yang lainnya, di sini kami hanya membatasi persoalan seputar rukun islam saja.

A. Latar Belakang Masalah
Islam secara bahasa artinya berserah diri dan tunduk sedangkan menurut syar’I yaitu, penampakan ketundukan dan penampakan syariat serta melazimi apa yang dibawa oleh Rasulullah , beliau memberitahukan kepada kita bahwa Islam diaplikasikan ke dalam amalan anggota badan yang zhahir baik berupa perkataan dan perbuatan, melafadzkan dua kalimat syahadat dengan lisan, shalat dan puasa dengan amalan badan, zakat dengan amalan harta dan haji adalah amalan badan dan harta.

B. Rumusan Masalah
1. Kapan seseorang menjadi seorang muslim?
2. Apa definisi shalat, bagaimana hukum dan penjelasannya?
3. Apa definisi zakat, bagaimana hukum dan penjelasannya?
4. Apa definisi puasa Ramadhan, bagaimana hukum dan penjelasannya?
5. Apa definisi haji, bagaimana hukum dan penjelasannya?

Allah telah menjelaskan Bahwa tujuan utama penciptaan jin dan manusia adalah untuk beribadah sebagaimana firman Allah,
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Adz-Dzaariyaat : 56)
Dengan adanya tujuan tersebut diperlukan pondasi yang kuat dan setiap muslim wajib tunduk dan melaksanakannya dengan ikhlas dan sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Diriwayatkan dari Umar  dari lafadz hadits yang panjang, bahwasanya Rasulullah  bersabda,
الإِسْلاَمُ أنْ تَشْهَدَ أنْ لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ وَ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ, وَ تُقِيمُ الصَّلاَةَ, وَ تُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَ تَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَ تَحُخَّ البَيْتَ إنِ اسْتََطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً.
“Islam itu adalah, engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada ilah yang berhak disembah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya.”(HR. Muslim)
Dan juga hadits dari Abu Abdirrahman Abdillah bin Umar Ibnu Al-Khaththab  ia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah  bersabda,
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ َشْهاَدةِ أنْ لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ وَ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ, وَ إِقََامِ الصَّلاَةِ, وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ, وَ حَخِّ البَيْتِ, وَ صَوْمِ رَمَضَانَ.
“Islam didirikan di atas lima perkara, yaitu bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah, dan berpuasa pada bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kedua hadits di atas adalah pokok yang agung dalam makrifat dinul Islam, yang padanya terdapat tiang agama dan bergabung rukun-rukunnya. Menjelaskan tentang asas-asas dan kaidah-kaidah Islam yang dibangun di atasnya, dan dengannya menjadikan seseorang itu menjadi Islam. Maka wajib tunduk dengannya, menghafalkannya dan menyebarluaskannya diantara kaum muslimin.

Pertama : Dua Kalimat Syahadat
Tidaklah seorang hamba menjadi seorang muslim kecuali tegak dengan asas-asas, tiang penyangga beserta rukun (penopang) Islam. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, “Islam itu adalah, engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya.”(HR. Muslim).
Sabda beliau , “Islam didirikan di atas lima perkara, yaitu bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.” Adalah seruan Islam yang paling agung, dikarenakan dengan syahadat ini darah dan harta seseorang akan terjaga, diriwayatkan dari Abu Hurairah , Rasulullah  bersabda, “Aku diperintahkan untuk membunuh manusia, hingga ia bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali hanya Allah dan beriman kepadaku dan dengan apa yang datang bersamaku, apabila mereka telah melaksanakannya maka darah-darah dan harta benda mereka telah terjaga dariku kecuali dengan haknya dan hisab mereka berada di hadapan Allah.”(HR. Muslim)
Dengan syahadat ini Allah menerima apa yang disyariatkan kepada kita berupa amalan, dan dengannya pula seseorang dapat masuk Surga dan mendapat keselamatan dari api Neraka, Allah Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum.” (Al-A’raaf : 40)
Dengan syahadat akan diampuni dosa-dosa bagaimana pun besarnya.
Dan maknanya, yaitu Allah menerima peribadatan yang benar dan terlepas dari ibadah yang ditujukan pada selain-Nya, Dia adalah Ilah yang haq dalam wujud, sedangkan selain-Nya berupa sembahan-sembahan yang batil, Adapun makna dari kalimat Muhammad adalah utusan Allah, yaitu bersaksi bahwasanya Muhammad diutus dari sisi Allah, diwajibkan mencintainya, taat terhadap apa yang diperintahkannya dan membenarkan apa yang dikabarkannya dan tidak sepantasnyalah mendahului perkataan beliau dengan perkataan yang lain.

Kedua : Shalat
Shalat adalah perantara antara seorang hamba dengan Rabb-nya Tabaraka Wata’ala, diwajibkan menunaikannya berdasarkan petunjuk dari Rasulullah , ((صَلُّوا كَمَا رَأَيتُمُونِي أُصَلِّي)) “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Al-Bukhari) dan akan selamat siapa yang menunaikannya dengan penuh kekhusyu’an, tawadhu’ dan penuh ketundukan. Allah Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (1) (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya.” (Al-Mukminuun : 1-2)
Barangsiapa menjaga shalatnya maka baginya kelak pada hari Kiamat dia diberi cahaya, penerangan dan keselamatan, dan baginya janji dari Allah Ta’ala dimasukkan dia ke dalam surga.
Shalat juga menghalangi seorang muslim dari perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala,

“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.”(Al-Ankabuut : 45)
Shalat sebagaimana yang disabdakan Rasulullah adalah, “Hal pertama yang dihisab dari seorang hamba kelak pada hari Kiamat adalah shalat, jika baik maka baiklah seluruh amalannya dan jika rusak maka rusaklah seluruh amalannya.” (HR.Ath-Thabrani) dan Shalat wajib lima waktu menghapuskan dosa dan kesalahan.
Hukum orang meninggalkan Shalat :
Para ulama bersepakat bahwasanya orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja dan mengingkarinya maka orang tersebut telah kafir dan keluar dari agama Islam. Dan para ulama berbeda pendapat tentang hukum orang yang meninggalkan shalat karena bermalas-malasan dan menyibukkan diri darinya tanpa adanya udzur yang pasti.
a. Diantara mereka ada yang berpendapat dengan mengkafirkannya, dari kalangan para sahabat yang berpendapat demikian adalah Umar Ibnu Al-Khaththab, Abdurrahman bin Auf, Mu’adz bin Jabal, Abu Hurairah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdillah, dan Abu Darda’ Radhiallahu’anhum, dan dari selain kalangan para sahabat diantaranya adalah Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahawaih, Abdullah Ibnu Al-Mubarak dn An-Nakha’I, mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Jabir, ia berkata, Rasulullah  bersabda, “Antara seorang laki-laki dan antara seorang kafir meninggalkan shalat.” (HR.Muslim)
b. Diantara mereka ada yang berpendapat dengan kefasikan dan belum mengkafirkannya, ini adalah pendapat jumhur ulama salaf dan khalaf diantaranya, Malik, Asy-Syafi’I, dan Abu Hanifah, mereka berdalil dengan sabda Rasulullah , “Shalat wajib lima waktu telah ditetapkan oleh Allah kepada para hamba, barangsiapa yang datang dengannya dan tidak hilang sesuatu pun darinya, meringankan haqnya, maka baginya ada janji di sisi Allah, ia akan dimasukkan ke dalam Surga, dan barangsiapa yang tidak datang dengannya maka tidak ada janji baginya, jika Allah berkehendak maka Dia akan mengadzabnya dan jika Allah berkehendak Dia akan memasukkannya ke dalam Surga.
Yang nampak dalam hadits tersebut, bahwa bagi siapa yang meninggalkan shalat ada ampunan baginya, hal ini jikalau seseorang itu meninggalkannya bukan karena ia seorang yang benar-benar kafir, namun jika ia seorang yang kafir terlarang ampunan untuknya, demikian pula tentang tidak kekalnya di dalam Neraka, merupakan dalil bahwa bagi yang meninggalkan shalat bukan karena seorang yang benar-benar kafir, dikarenakan maklum diketahui bahwasanya orang kafir itu kekal di dalam Neraka. Firman Allah Ta’ala,

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisaa’ : 116)

Ketiga : Zakat
Zakat menurut syar’I adalah bagian yang telah ditetapkan pada harta tertentu setelah memenuhi segala persyaratannya. Kata zakat berasal dari kata az-zakaat didalam bahasa Arab yang berarti sesuatu yang tumbuh berkembang, suatu yang bersih suci dan memiliki berkah.
Kewajiban mengeluarkan zakat telah disebutkan oleh Allah ‘azza wajalla dalam beberapa tepat didalam Al-Qur`an, diantaranya firman Allah,

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (At-Taubah : 103)
Zakat adalah fardhu ‘ain bagi setiap orang yang telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat.kewajibannya ditetapkan berdasarkan Al-Qur`an, As-Sunnah dan Ijma’. Zakat senantiasa disandingkan dengan shalat di delapan puluh dua ayat, diantaranya adalah firman Allah Ta’ala,

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (Al-Baqarah : 110)
Allah Ta’ala memberikan ancaman keras terhadap orang yang kikir mengeluarkannya, Allah berfirman,
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,(34) pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (At-Taubah 34-35)
Rasulullah  juga memerintahkan untuk memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat, diriwayatkan dari Ibnu Umar , Rasulullah  bersabda, “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat…”(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Fadhilah dan Faidah Zakat :
1) Mengeluarkan zakat merupakan salah satu sifat orang-orang yang berbakti (al-abrar) dan penghuni Surga. (Adz-Dzariyat : 15-19)
2) Mengeluarkan zakat adalah salah satu sifat kaum mukminin yang berhak mendapatkan rahmat Allah. (At-Taubah : 71)
3) Allah Ta’ala akan mengembangkan dan menyuburkan harta zakat bagi orang yang mengeluarkannya. (Al-Baqarah : 276)
4) Allah akan menaungi orang yang mengeluarkan zakat dari panasnya Hari Kiamat.
5) Zakat membersihkan harta dan mengembangkannya, serta membuka pintu-pintu rizki bagi pelakunya.
6) Zakat adalah sebab turunnya berbagai kebaikan dan menolak membayarnya adalah sebab terhalangnya berbagai kebaikan.
7) Zakat menghapuskan dosa dan kesalahan.
8) Zakat adalah bukti kebenaran iman pelakunya.
9) Zakat membersihkan akhlak orang yang mengeluarkannya dan melapangkan dadanya.
10) Zakat akan menjaga harta dan melindunginya dari perhatian orang-orang fakir dan jamahan orang-orang yang jahat.
11) Zakat dapat membantu orang-orang yang fakir dan orang-orang yang membutuhkannya.
12) Zakat adalah partisipasi seorang muslim dalam menunaikan kewajiban sosialnya.
13) Zakat adalah bentuk rasa ungkapan syukur akan nikmat harta.

Keempat : Puasa Ramadhan
Puasa ialah menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga matahari terbenam dengan disertai niat untuk beribadah kepada Allah Ta’ala. Puasa Ramadhan wajib bagi setiap muslim yang baligh, berakal, sehat badan, dan bermukim, berdasarkan firman Allah Ta’ala,

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al-Baqarah : 183)
Dari As-Sunnah, hadits Ibnu Umar , “Islam didirikan di atas lima perkara, yaitu bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah, dan berpuasa pada bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Anjuran akan puasa Ramadhan :
Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan ikhlas karena Allah Ta’ala mengharapkan apa yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang berpuasa berupa pahala yang besar, dan ampunan Allah Tabaraka wa Ta’ala akan dosa-dosanya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah , Rasulullah  bersabda, ((مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ)) “Barangsiapa berpuasa karena iman dan mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.”(HR. Al-Bukhari dan Ibnu Majah)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah , Rasulullah bersabda, “Jika telah masuk bulan Ramadhan, maka dibuka pintu-pintu langit, ditutup pintu-pintu Jahannam, dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah , Rasulullah  bersabda, “Shalat-lima waktu, dari Jum’at ke Jum’at dari Ramadhan ke Ramadhan, menghapuskan dosa-dosa yang diperbuat di antara keduanya selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim)
Di bulan Ramadhan terdapat sepuluh hari terakhir dan malam Lailatul Qadar.

Kelima : Haji
Haji menurut istilah syar’I, ialah pergi menuju Baitullah Al-Haram dan masya’ir (tempat-tempat pelaksanaan haji) untuk menunaikan ibadah tertentu, pada masa tertentu dan dengan kaifiyat tertentu.
Haji hukumnya fardhu ‘ain atas setiap mukallaf yang mampu sekali dalam seumur hidup, haji merupakan rukun islam, kewajibannya telah ditetapkan berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’. Allah Ta’ala berfirman,

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Ali Imran : 97)
Menurut As-Sunnah, telah diriwayatkan banyak sekali hadits hingga mencapai derajat mutawatir yang memberikan keyakinan dan kepastian tentang penetapan kewajiban ini, diantaranya, adalah hadits Ibnu Umar  yang telah disebutkan sebelumnya dan hadits Abu Hurairah , ia berkata, Rasulullah  berkhutbah di hadapan kami dengan mengatakan, “Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji atas kalian, maka berhajilah.” Mendengar hal itu seseorang berkata, “Apakah setiap tahun wahai Rasulullah?” Rasulullah hanya diam, hingga ia mengulangi pertanyaannya tiga kali. Maka Rasulullah  bersabda, “Kalau aku katakan ya, niscya menjadi wajib, dan (jika wajib) niscaya kalian tidak akan mampu mengerjakannya…”(HR. Muslim)
Adapun menurut ijma’ ulama, maka umat telah bersepakat atas wajibnya haji bagi orang yang mampu sekali dalam seumur hidup.
Kewajiban Haji harus Dilakukan Segera ataukah tidak Harus Segera?
Jumhur ulama di antaranya Abu Hanifah-menurut riwayat yang paling shahih-, Abu Yusuf, Malik dan Ahmad berpendapat, siapa saja yang telah terpenuhi pada dirinya syarat-syarat wajib haji, maka telah wajib atasnya haji dan ia harus mengerjakannya segera. Ia berdosa bila menunda-nundanya, dengan berdalil :
 Firman Allah Ta’ala,

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah.” (Ali Imran : 97)
 Sabda Nabi , “Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji atas kalian, maka berhajilah.” Hukum asal suatu perintah adalah harus dikerjakan dengan segera selama tidak ada indikasi yang menunjukkan selain itu.
 Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari Nabi , beliau bersabda, “Bersegeralah menuju haji, yakni yang wajib, karena salah satu dari kalian tidaklah mengetahui apa yang merintanginya.” Sisi pendalilan dari hadits ini sudah jelas, dikarenakan  memerintahkan untuk bersegera dan tidak didapati tanda yang kuat yang mengandung perintah bersegera ini kepada makna selainnya wallahu A’lam.
Keutamaan Ibadah Haji :
Haji menghapus dosa-dosa terdahulu
Diriwayatkan dari Abu Hurairah , Rasulullah  bersabda, “Barangsiapa mengerjakan haji, lalu ia tidak berkata keji dan berbuat kefasikan, maka ia kembali dari hajinya seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Haji merupakan sebab terbebas dari api Neraka
Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu’anha, Rasulullah  bersabda, “Tidak ada satu hari pun dimana Allah lebih banyak membebaskan hamba dari api Neraka selain hari Arafah. Sesungguhnya Allah mendekat, lalu membanggakan mereka di hadapan para Malaikat.”(HR. Muslim)
Balasan haji hanyalah Surga
Diriwayatkan dari Abu Hurairah , Rasulullah  bersabda,
العُمْرَةُ إِلَي العُمْرَةِ كَفَارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الجَنَّةُ.
“Dari umrah ke umrah adalah penebus dosa yang terjadi di antara keduanya, dan tidak ada balasan yang setimpal bagi haji yang mabrur kecuali Surga.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Haji termasuk amalan yang paling utama
Diriwayatkan dari Abu Hurairah , Rasulullah  ditanya, “Amal apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Beliau ditanya lagi, “Lalu apa?”Beliau menjawab, “Jihad fii sabiilillah.” Beliau ditanya lagi, “Lalu apa?” Beliau menjawab, “Haji mabrur.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Haji adalah jihad yang paling afdhal bagi kaum wanita
Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata, Wahai Rasulullah, kami lihat jihad adalah amalan yang paling utama, bolehkah kami berjihad?” Nabi menjawab, “Tidak akan tetapi bagi kalian jihad yang lebih utama adalah haji mabrur.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kewajiban-kewajiban Haji :
Ihram, Thawaf (thawaf Ifadhah), Sa’I diantara Shafa dan Marwah, Wukuf di Arafah, bermalam di muzdalifah pada malam Idul Adha, melontar jumrah di Mina, mencukur dan memendekkan rambut.

Ibadah sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Taimiyah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah baik ucapan dan perbuatan zhahir maupun batin. Berarti ibadah mencakup seluruh aktifitas dan hubungan baik secara vertikal dan horizontal selagi dalam rangka mencari ridha Allah.
Allah menjadikan ibadah suatu yang taufiqi (berdasarkan tuntutan) ada yang berhubungan dengan hak Allah seperti tauhid, berdo’a, tawakkal, istighatsah, nadzar, sumpah, isti’anah, shalat, puasa, zakat, dan haji. Dan ada yang berhubungan dengan sesama makhluk seperti berniaga, pernikahan, thalak, sewa-menyewa, utang-piutang dan lain sebagainya.
Ritual ibadah yang kita tunaikan tidak lepas dari ilmu fiqih, ilmu ini diwariskan untuk menjelaskan ajaran Islam tentang alif-ba-ta kehidupan, tapi dalam perkembangannya, fiqih juga mengalami kemerosotan, itu terjadi, ketika taklid buta dan fanatisme madzhab berkecambah dan pendapat lebih dikedepankan, daripada dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah. Tak ayal, silang pendapat pun berubah menjadi sengketa. Ikhtilaf tak lagi menyuburkan khazanah intelektual umat mauupun menghiasi keanekaragaman pandangan, tapi menjadi amunisi untuk saling berseteru dan berselisih.
Maka bagi kita sebaiknya menelaah berbagai dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah, atsar para sahabat, tabi’in dan pedapat para ulama tentang berbagai masalah hukum Islam dan memperhatikan pelbagai kesepakatan dan perbedaan pendapat di kalangan ulama dan memilih mana yang paling rajih (kuat) agar kita mempunyai wawasan tentang berbagai sudut pandang dalam fiqih, dan tentram dalam mengamalkan ibadah dan muamalah dalam Islam.
Adapun penjelasan lebih lanjut tentang pelaksanaan zakat, puasa Ramadhan dan haji bisa diruju’ dalam buku-buku fiqh yang menjelaskan ketiga permasalahan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

- Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, Maktabah At-Taufiqiyah Kairo, Mesir, 1424H. Edisi Indonesia : Penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari, Shahih Fiqih Sunnah 3, Pustaka At-Tazkia Jakarta, 2007.
- Nadzim Muhammad Shulthan, Qawaid wa Fawaid, Daar Al-hijrah Riyadh, 1991.
- Amin bin Yahya Al-Wazan, Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, Daarul Qashim Riyadh, Saudi Arabia, 1419 H. Edisi Indonesia : Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin, Fatwa-fatwa Tentang Wanita 1, Daarul Haq Jakarta, 2001.

Tidak ada komentar: