Minggu, 16 November 2008

Profesi Keguruan

Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pekerjaan Profesi
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Ciri-ciri profesi, yaitu adanya:
1. standar unjuk kerja;
2. lembaga pendidikan khusus untuk menghasilkan pelaku profesi tersebut dengan standar kualitas akademik yang bertanggung jawab;
3. organisasi profesi;
4. etika dan kode etik profesi;
5. sistem imbalan;
6. pengakuan masyarakat.

Profesi Keguruan
Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh. Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semiprofesional, namun sebenarnya lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan karena jabatan guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan yang lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi profesi, kode etik dan ada aturan tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No. 26/1989).
Usaha profesionalisasi merupakan hal yang tidak perlu ditawar-tawar lagi karena uniknya profesi guru. Profesi guru harus memiliki berbagai kompetensi seperti kompetensi profesional, personal dan sosial.

Ciri-ciri Profesi Keguruan
Ciri-ciri jabatan guru adalah sebagai berikut.
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (dibandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
4. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
6. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

Latar Belakang Profesi Keguruan
Jabatan guru dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan tenaga guru. Kebutuhan ini meningkat dengan adanya lembaga pendidikan yang menghasilkan calon guru untuk menghasilkan guru yang profesional. Pada masa sekarang ini LPTK menjadi satu-satunya lembaga yang menghasilkan guru. Walaupun jabatan profesi guru belum dikatakan penuh, namun kondisi ini semakin membaik dengan peningkatan penghasilan guru, pengakuan profesi guru, organisasi profesi yang semakin baik, dan lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga guru sehingga ada sertifikasi guru melalui Akta Mengajar. Organisasi profesi berfungsi untuk menyatukan gerak langkah anggota profesi dan untuk meningkatkan profesionalitas para anggotanya. Setelah PGRI yang menjadi satu-satunya organisasi profesi guru di Indonesia, kemudian berkembang pula organisasi guru sejenis (MGMP).

Ruang Lingkup Profesi Keguruan
Ruang lingkup layanan guru dalam melaksanakan profesinya, yaitu terdiri atas (1) layanan administrasi pendidikan; (2) layanan instruksional; dan (3) layanan bantuan, yang ketiganya berupaya untuk meningkatkan perkembangan siswa secara optimal.
Ruang lingkup profesi guru dapat pula dibagi ke dalam dua gugus yaitu gugus pengetahuan dan penguasaan teknik dasar profesional dan gugus kemampuan profesional.
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan pribadi dengan segala karakteristik yang mendukung terhadap pelaksanaan tugas guru.
Beberapa kompetensi kepribadian guru antara lain sebagai berikut.
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
2. Percaya kepada diri sendiri.
3. Tenggang rasa dan toleran.
4. Bersikap terbuka dan demokratis.
5. Sabar dalam menjalani profesi keguruannya.
6. Mengembangkan diri bagi kemajuan profesinya.
7. Memahami tujuan pendidikan.
8. Mampu menjalin hubungan insani.
9. Memahami kelebihan dan kekurangan diri.
10. Kreatif dan inovatif dalam berkarya.

Kompetensi Sosial Guru
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Peran yang dibawa guru dalam masyarakat berbeda dengan profesi lain. Oleh karena itu, perhatian yang diberikan masyarakat terhadap guru pun berbeda dan ada kekhususan terutama adanya tuntutan untuk menjadi pelopor pembangunan di daerah tempat guru tinggal.
Beberapa kompetensi sosial yang perlu dimiliki guru, antara lain berikut ini.
1. Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua Peserta didik.
2. Bersikap simpatik.
3. Dapat bekerja sama dengan BP3.
4. Pandai bergaul dengan Kawan sekerja dan Mitra Pendidikan.
5. Memahami Dunia sekitarnya (Lingkungan).

Komponen-komponen Kompetensi Profesional
Kompetensi Profesional guru adalah sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan profesi yang menuntut berbagai keahlian di bidang pendidikan atau keguruan. Kompetensi profesional merupakan kemampuan dasar guru dalam pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, bidang studi yang dibinanya, sikap yang tepat tentang lingkungan PBM dan mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar.
Beberapa komponen kompetensi profesional guru adalah berikut ini.
1. Penguasaan Bahan Pelajaran Beserta konsep-konsep.
2. Pengelolaan program belajar-mengajar.
3. Pengelolaan kelas.
4. Pengelolaan dan penggunaan media serta sumber belajar.
5. Penguasaan landasan-landasan kependidikan.
6. Kemampuan menilai prestasi belajar-mengajar.
7. Memahami prinsip-prinsip pengelolaan lembaga dan program pendidikan di sekolah.
8. Menguasai metode berpikir.
9. Meningkatkan kemampuan dan menjalankan misi profesional.
10. Memberikan bantuan dan bimbingan kepada peserta didik.
11. Memiliki wawasan tentang penelitian pendidikan.
12. Mampu menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.
13. Mampu memahami karakteristik peserta didik.
14. Mampu menyelenggarakan Administrasi Sekolah.
15. Memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan.
16. Berani mengambil keputusan.
17. Memahami kurikulum dan perkembangannya.
18. Mampu bekerja berencana dan terprogram.
19. Mampu menggunakan waktu secara tepat.

Hubungan antara Penguasaan Materi dan Kemampuan Mengajar
Penguasaan Materi menjadi landasan pokok seorang guru untuk memiliki kemampuan mengajar. Penguasaan materi seorang guru dilakukan dengan cara membaca buku-bulu pelajaran. Kemampuan penguasaan materi mempunyai kaitan yang erat dengan kemampuan mengajar guru, semakin dalam penguasaan seorang guru dalam materi/bahan ajar maka dalam mengajar akan lebih berhasil jika ditopang oleh kemampuannya dalam menggunakan metode mengajar.
Penguasaan bahan ajar dapat diawali dengan mengetahui isi materi dan cara melakukan pendekatan terhadap materi ajar.
Guru yang menguasai bahan ajar akan lebih yakin di dalam mengajarkan materi, senantiasa kreatif dan inovatif dalam metode penyampaiannya.

Keputusan Situasional dan Transaksional
Keputusan situasional menyangkut keputusan tentang apa dan bagaimana pengajaran akan diwujudkan berdasarkan analisis situasi (tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disampaikan, waktu serta fasilitas yang tersedia dan perilaku bawaan siswa).
Keputusan situasional diambil guru ketika menyusun persiapan tertulis dalam bentuk satuan pelajaran (satpel).
Keputusan transaksional merupakan penyesuaian yang dilakukan oleh guru yang berkaitan dengan pelaksanaan dari keputusan situasional berdasarkan balikan yang diperoleh guru dari interaksinya dengan siswa maupun dari interaksi antar siswa dalam PBM yang sedang berlangsung.
Keputusan transaksional diambil karena adanya perubahan situasi dan kondisi yang berkembang dalam melaksanakan PBM.
Peran Guru dalam Pengembangan Rancangan Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan proses inkuiri dan reflektif, yang menekankan pentingnya pengalaman dan penghayatan guru terhadap proses itu. Rancangan pembelajaran harus dikembangkan atas dasar tujuan-tujuan instruksional yang berorientasi kepada perkembangan siswa. Perkembangan adalah tujuan pembelajaran. Rancangan pembelajaran baik rancangan jangka pendek maupun jangka panjang mencakup komponen-komponen: (a) Analisis kurikulum, (b) tujuan instruksional, (c) rencana kegiatan, (d) rencana evaluasi.

Peran Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran dan Manajemen Kelas
1. Pembelajaran yang efektif terwujud dalam perubahan perilaku peserta didik baik sebagai dampak instruksional maupun dampak pengiring. Proses pembelajaran berlangsung dalam suatu adegan yang perlu ditata dan dikelola menjadi suatu lingkungan atau kondisi belajar yang kondusif.
2. Pendekatan pluralistik dalam manajemen kelas memadukan berbagai pendekatan, dan memandang manajemen kelas sebagai seperangkat kegiatan untuk mengembangkan dan memelihara lingkungan belajar yang efektif.
3. Masalah pengajaran dan manajemen kelas adalah dua hal yang dapat dibedakan tetapi sulit dipisahkan. Keduanya saling terkait; manajemen kelas merupakan prasyarat bagi berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif.
4. Lingkungan belajar dikembangkan dan dipelihara dengan memperhatikan faktor keragaman dan perkembangan peserta didik. Manajemen kelas dikembangkan melalui tahap-tahap: perumusan kondisi ideal, analisis kesenjangan, pemilihan strategi, dan penilaian efektivitas strategi.
5. Penataan lingkungan fisik kelas merupakan unsur penting dalam manajemen kelas karena memberikan pengaruh kepada perilaku guru dan peserta didik

Peran Guru dalam Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi adalah proses memperoleh informasi untuk membentuk judgment dalam pengambilan keputusan. Informasi yang diperlukan untuk kepentingan evaluasi dijaring dengan teknik-teknik inkuiri, observasi, analisis, tes. Pemilihan teknik yang digunakan didasarkan atas jenis informasi yang harus diungkap sehingga dalam suatu evaluasi bisa digunakan berbagai teknik sekaligus. Pengolahan hasil pengukuran atas hasil belajar dimaksudkan untuk mengevaluasi proses dan hasil belajar

Peran Guru dalam Memahami Perkembangan Siswa sebagai Dasar Pembelajaran
Selagi pembelajaran merupakan proses pengembangan pribadi siswa maka perkembangan siswa harus menjadi dasar bagi pembelajaran. Aspek-aspek perkembangan siswa yang mencakup perkembangan fisik dan motorik, kognitif, pribadi, dan sosial mempunyai implikasi penting bagi proses pembelajaran. Implikasi itu menyangkut pengembangan isi dan strategi pembelajaran, dan kerja sama sekolah dengan orang tua.
Pengertian dan Tujuan Bimbingan dan Konseling
1. Bimbingan dapat diartikan sebagai “proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal”.
2. Konseling diartikan sebagai “proses membantu individu (klien) secara perorangan dalam situasi hubungan tatap muka, dalam rangka mengembangkan diri atau memecahkan masalah yang dihadapinya”.
3. Konseling merupakan salah satu jenis layanan bimbingan, yang dipandang inti dari keseluruhan layanan bimbingan.
4. Bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu individu atau peserta didik agar dapat mengembangkan kepribadiannya secara optimal, baik menyangkut aspek fisik, intelektual, emosional, sosial maupun moral-spiritual.

Fungsi, Asas, dan Prinsip Bimbingan
1. Sebagai proses pemberian bantuan kepada individu (siswa), bimbingan berfungsi sebagai upaya (a) pemahaman,(b) pencegahan, (c) pengembangan, dan (d) perbaikan.
2. Bimbingan diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip (a) individu atau peserta didik sedang berada dalam proses berkembang, (b) sasaran bimbingan adalah semua peserta didik, (c) mempedulikan semua aspek perkembangan, (d) kemampuan peserta didik merupakan dasar bagi penentuan pilihan, (e) bimbingan merupakan bagian terpadu pendidikan, dan (f) bantuan yang diberikan sebagai upaya mengembangkan kemampuan peserta didik merealisasikan dirinya.
3. Penyelenggaraan bimbingan yang profesional harus mempedulikan asas-asas, seperti kerahasiaan, keterbukaan, keahlian, kedinamisan, dan tut wuri handayani.
Bidang dan Jenis-jenis Layanan Bimbingan
1. Penyelenggaraan bimbingan itu, meliputi bidang-bidang pribadi, sosial, akademik, dan karier.
2. Jenis-jenis layanan bimbingan, meliputi orientasi, informasi, pembelajaran, bimbingan kelompok, penempatan dan penyaluran, konseling perorangan, dan konseling kelompok
Hubungan Bimbingan dengan Pendidikan
Pendidikan akan terselenggara dengan baik, apabila ditunjang oleh komponen-komponennya yang meliputi bidang kepemimpinan atau administrasi, pengajaran, dan layanan pribadi siswa atau bimbingan. Melalui bimbingan, proses pendidikan dapat memfasilitasi berkembangnya aspek-aspek atau karakteristik pribadi siswa secara optimal.

Peran Kepembimbingan Guru dalam Pembelajaran di Sekolah
Sesuai dengan sifat dan karakteristik perkembangan anak sekolah, bimbingan dan konseling di sekolah lebih efektif menjadi bagian terpadu dari tugas guru BP. Bimbingan di sekolah dilaksanakan secara terpadu dalam proses pembelajaran, kecuali hal-hal yang memerlukan penanganan khusus.
Dalam proses pembelajaran di sekolah guru perlu menampilkan peran kepemimpinan dengan jalan menciptakan iklim atau suasana pembelajaran yang bermuatan/bernuansa bimbingan. Dalam proses pembelajaran itu guru berperan tidak hanya sebatas menyampaikan bahan ajar, tetapi sekaligus mengembangkan perilaku-perilaku efektif baik yang berkenaan dengan perilaku belajar, pribadi, sosial maupun karir.
Membantu Siswa Bermasalah
Masalah yang dihadapi siswa dapat dibedakan ke dalam masalah belajar dan masalah bukan belajar. Akan tetapi biasanya masalah tersebut bermuara menjadi kesulitan belajar. Kesulitan belajar siswa dapat diidentifikasi dengan melakukan tes hasil belajar, tes kemampuan dasar, pengamatan kebiasaan belajar.
Faktor-faktor yang menimbulkan kesulitan belajar bisa digolongkan ke dalam faktor eksternal dan internal. Ada beberapa teknik membantu siswa yang kesulitan belajar, yaitu (1) pengajaran perbaikan, (2) pengayaan, (3) peningkatan motivasi belajar, (4) peningkatan keterampilan belajar, (5) pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif.

Pengembangan Program Bimbingan di Sekolah
Ada 4 komponen inti dalam program bimbingan, yaitu (1) Layanan dasar umum, (2) Layanan responsif, (3) Layanan perencanaan individual, dan (4) Pendukung sistem. Layanan dasar umum adalah layanan yang diarahkan untuk membantu seluruh murid mengembangkan perilaku-perilaku yang harus dikuasai untuk jangka panjang. Layanan responsif adalah layanan membantu murid mengatasi masalah atau mengembangkan perilaku yang menjadi kebutuhan pada saat ini dan harus segera dilayani. Layanan perencanaan individual diarahkan untuk membantu murid merencanakan pendidikan, karir dan pengembangan pribadi.

Ummu Zakariya

Home Schooling

Pendidikan di Rumah (Home Schooling); termasuk dalam kategori pendidikan alternative yaitu pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap anggota keluarganya yang masih dalam usia sekolah. Pendidikan ini diselenggarakan sendiri oleh orangtua/keluarga dengan berbagai pertimbangan, seperti: menjaga anak-anak dari kontaminasi aliran atau falsafah hidup yang bertentangan dengan tradisi keluarga (misalnya pendidikan yang diberikan keluarga yang menganut fundalisme agama atau kepercayaan tertentu); menjaga anak-anak agar selamat/aman dari pengaruh negatif lingkungan; menyelamatkan anak-anak secara fisik maupun mental dari kelompok sebayanya; menghemat biaya pendidikan; dan berbagai alasan lainnya.

Istilah pendidikan alternatif merupakan istilah generik dari berbagai program pendidikan yang dilakukan dengan cara berbeda dari cara tradisional. Secara umum pendidikan alternatif memiliki persamaan, yaitu: pendekatannya berisfat individual, memberi perhatian besar kepada peserta didik, orang tua/keluarga, dan pendidik serta dikembangkan berdasarkan minat dan pengalaman.

Di Indonesia, home schooling mulai menjadi "trend" meski belum diketahui data pastinya. Metode ini berangkat dari para orangtua yang seperti halnya di AS, juga mempertanyakan sistem pembelajaran di banyak sekolah yang justru membuat anak stress dengan metode kurikulumnya yang ketat.
Home schooling, menurut Ketua Asah Pena (Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif) Seto Mulyadi, adalah sebuah sistem pendidikan atau pembelajaran yang diselenggarakan di rumah, tidak ada kelas seperti halnya di sekolah formal.
Di sini orangtua bisa menjadi gurunya, dan jika ada guru yang didatangkan secara privat hanya akan membimbing dan mengarahkan minat anak dalam mata pelajaran yang disukainya. Ruang kelasnya bisa kamar tidur, dapur, halaman rumah dan lain-lain dengan waktu yang tak dibatasi.
Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 ayat 3, yang menyatakan perlunya pemerintah mengusahakan sistem pendidikan nasional, maka disusun Undang-Undang yang khusus mengatur masalah pendidikan. Pada jaman Orde Baru UU Pendidikan disusun pada tahun 1989 dengan lahirnya Undang-undang No 2 tahun 1989 tentang pendidikan, kemudian Undang-undang tersebut diganti dengan Undang-undang No 20 tahun 2003 yang merupakan perbaikan dara Undang-undang Sistem Pendidikan tahun 1989.

Undang-undang no 20 tahun 2003 merupakan undang-undang yang mengatur tentang penyelenggaraan pendidikan nasional yang terdiri dari 22 bab dan 77 pasal. Didalamnya mencakup dari mulai dasar dan tujuan, penyelenggaraan pendidikan termasuk Wajib belajar, penjaminan kualitas pendidikan serta peran serta masyarakat dalam sistem pendidikan nasional.
Dalam undang-undang ini secara tegas disebutkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, ini berarti bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan pengaturan pendidikan dalam tataran praktis harus mengacu pada dua landasan tersebut. Adapun fungsi dan tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Bab II Pasal 3 UU No 20 tahun 2003 adalah :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Beberapa konsekuensi dapat diambil atas isi pasal dari konstitusi tertinggi di Republik Indonesia tersebut. Pertama adalah bahwa belajar haruslah di lakukan secara terus menerus, seumur hidup, dan berkelanjutan. Kedua, bahwa semua lapisan masyarakat Indonesia harus dapat mengakses segala jenis dan tingkatan pendidikan yang di perlukan dan sesuai untuknya. Ketiga, bahwa pemerintah wajib mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah, dan dapat memberi keyakinan bahwa setiap individu dari masyarakat Indonesia dapat dan telah mengenyam pendidikan yang layak.

Pemerintah telah mengakomodasi homeschooling dalam sistem pendidikan nasional, misalnya di Pasal 27 UU Sisdiknas ayat (1) yang mengatakan bahwa: Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Ayat (2) mengatakan bahwa: Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

Pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri, yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal 27).
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Dasar Pemprov DKI Jakarta, Sylviana mengatakan, homeschooling adalah sekolah alternative yang diadakan karena ada orangtua yang menginginkan sesuatu yang baru dalam metode pendidikan bagi anaknya dengan model pembelajaran yang lebih bebas. Sedangkan pengertian yang lain Homeschooling adalah sekolah alternative yang menempatkan anak sebagai subyek pendidikan dengan pendekatan “at home”, dan proses belajar mengajarnya tidak selalu di rumah serta disesuaikan minat anak.
Dalam metode ini anak tidak dipaksakan harus bersekolah dan jauh dari orangtuanya, mengedepankan metode bermain, dan orangtua bebas mengajarkan anak dengan cara yang menurut mereka baik dan sesuai, serta bebas menggunakan sarana pembelajarannya sendiri.
Seto Mulyadi menyebutkan, ada beberapa alasan masyarakat memilih homeschooling sebagai pendidikan alternatif, yaitu karena sistem ini menyediakan pendidikan moral atau keagamaan, lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik, menyediakan waktu belajar yang lebih fleksibel.

Juga memberikan kehangatan dan proteksi dalam pembelajaran terutama bagi anak yang sakit atau cacat, menghindari penyakit sosial yang dianggap orang tua dapat terjadi di sekolah. Dari data yang diterima, keluarga di Amerika merasa lebih aman menyekolahkan anak mereka di rumah karena sekolah di sana adalah lembaga yang tepat dan efektif untuk berdagang narkoba, kejadian KTD (Kehamilan yang Tidak Di inginkan) atau bentuk pelecehan lainnya, dan tawuran yaitu perilaku kekerasan dan penindasan terhadap remaja –seperti kasus STPDN dulu -.
Selain itu sistem ini juga memberikan keterampilan khusus yang menuntut pembelajaran dalam waktu yang lama seperti pertanian, seni, olahraga, dan sejenisnya, memberikan pembelajaran langsung yang kontekstual, tematik, dan nonscholastik yang tidak tersekat-sekat oleh batasan ilmu.
Menurut Seto Mulyadi, sebetulnya bangsa Indonesia sudah lama mengenal homeschooling sebelum sistem pendidikan Belanda datang. Homeschooling telah berkembang di Indonesia seperti di pesantren-pesantren.
"Misalnya, banyak para kyai secara khusus mendidik anak-anaknya, begitu pula para pendekar dan bangsawan zaman dahulu yang lebih suka mendidik anak-anaknya secara pribadi di rumah atau padepokannya ketimbang mempercayakan pendidikannya kepada orang lain," katanya.
Tokoh pergerakan nasional seperti KH Agus Salim, Ki Hajar Dewantara dan Buya Hamka adalah tiga di antara tokoh-tokoh nasional yang belajar dengan sistem ini dan dididik orangtuanya untuk mencintai ilmu. Bukan sekedar agar lulus ujian, ujarnya.
Di sisi lain terdapat masalah yang terkadang anak didik Homeschooling tidak menyukai pelajarannya. Dalam masalah ini orang tua bertanggung jawab menciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk kegiatan belajar anak dan memperkenalkan anak kepada sumber–sumber pembelajaran (seperti ensiklopedia, kamus, dan internet). Orang tua juga mesti kreatif mencari metode belajar yang paling tepat untuk anaknya.

Sekarang ini justru yang sedang trend adalah anak-anak homeschooling kembali ke sekolah reguler, mungkin dengan cara yang formal ini mereka bisa mengantisipasi masa depan anak dengan lebih baik. Karena pemerintah, memfasilitasi adanya tes penempatan kembali kepada mereka yang sebelumnya dididik di rumah dan ingin masuk ke sekolah reguler. Dari tes itu akan diketahui di kelas berapa si anak seharusnya masuk.
Namun demikian, Sylviana menilai positif saja sistem homeschooling ini karena pemerintah memang berkewajiban memfasilitasi kebutuhan masyarakat yang mungkin tak sependapat dengan kurikulum yang ketat.
Pemerintah, ujarnya, juga telah mengakomodasi homeschooling dalam sistem pendidikan nasional, misalnya di Pasal 27 UU Sisdiknas ayat (1) yang mengatakan bahwa: Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Ayat (2) mengatakan bahwa: Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Karena itu homeschooling bisa didaftarkan sebagai komunitas belajar pendidikan nonformal dan kemudian pesertanya bisa mengikuti Ujian Nasional Kesetaraan Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket C (setara SMA) untuk mendapatkan sertifikat.
Sylviana mengakui, tidak ada sertifikat dari lulusan homeschooling ini karena sistem tersebut juga tak memiliki standar baku apapun, bahkan ia mengkhawatirkan, anak-anak yang dididik dengan metode ini tak mendapatkan pelajaran seperti seharusnya.
"Orangtua sendiri apakah siap mengajarkan anaknya tanpa latar belakang mengajar, apakah cukup wawasan? Mungkin saja seorang ibu bergelar doktor sulit berkomunikasi dengan bahasa anak," katanya.

Kak Seto juga mengakui, anak-anak yang belajar di homeschooling kurang berinteraksi dengan teman sebaya dari berbagai status sosial yang dapat memberikan pengalaman berharga untuk belajar hidup di masyarakat.
"Kemungkinan ia akan terisolasi dari lingkungan sosial yang kurang menyenangkan sehingga ia akan kurang siap untuk menghadapi berbagai kesalahan atau ketidakpastian," tambahnya.
Karena itu agar homeschooling dapat dilaksanakan dengan baik dan anak dapat merasa nyaman dalam belajar, maka ada beberapa prasyarat keberhasilan dalam menyelenggarakan homeschooling selain tekad dan disiplin.
Prasyarat itu adalah, ketersediaan waktu yang cukup, keluwesan dalam pendekatan pembelajaran, kemampuan orang tua mengelola kegiatan, ketersediaan sumber belajar, dipenuhinya standar yang ditentukan.
Selain itu, juga diselenggarakannya program sosialisasi agar anak-anak tidak terasing dari lingkungan masyarakat dan teman sebaya, dijalinnya kerjasama dengan lembaga pendidikan formal dan nonformal setempat, terjalin komunikasi yang baik antar penyelenggara homeschooling, dan tersedianya perangkat penilaian belajar yang inovatif.
Jika prasyarat ini terpenuhi, diharapkan sistem homeschooling bisa menjadi salah satu alternatif pendidikan di masa depan serta akan semakin mempercepat tercapainya masyarakat belajar di tanah air, kata Seto Mulyadi.

Pendidikan informal merupakan pendidikan yang terus menerus dijalani oleh manusia dengan durasi selama hidupnya, ini berarti pengaruhnya akan terus dirasakan oleh pendidikan formal maupun nonformal, namun demikian keadaan sebaliknyapun tentu saja terjadi, dimana kualitas pendidikan informal juga mendapat pengaruh pendidikan formal dan nonformal dari perubahan-perubahan yang terjadi pada peserta didik, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pembentukan keluarga selanjutnya.
Sebagai contoh pendidikan informal adalah homeschooling bisa didaftarkan sebagai komunitas belajar pendidikan nonformal dan kemudian pesertanya bisa mengikuti Ujian Nasional Kesetaraan Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket C (setara SMA) untuk mendapatkan sertifikat.
Homeschooling mempunyai beberapa persyaratan, apabila persyaratan ini terpenuhi, diharapkan sistem homeschooling bisa menjadi salah satu alternatif pendidikan di masa depan serta akan semakin mempercepat tercapainya masyarakat belajar di tanah air dan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam bab II Pasal 3 UU No 20 tahun 2003 adalah :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Bagi siapa pun yang sudah mantap menempuh Homeschooling mulailah dipraktikkan. Yang terpenting adalah komitmen untuk menjalankannya. Homeschooling memberikan fleksibilitas dalam proses belajar, bukan hanya bagi anak, tapi juga bagi Anda sebagai orang tuanya.



DAFTAR PUSTAKA
- Disarikan dari: Artikel Kuliah; Pendidikan Alternatif Sebuah Agenda Reformasi, Prof. Dr. Yusufhadi Miarso, Jurusan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (1999)
- Antara/Dewanti Lestari, Suara Karya, Sabtu, 14 Juli 2007.
- Arifin, Anwar, Prof. Dr., Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang SISDIKNAS, POKSI VI FPG DPR RI, 2003.
- Parents Indonesia, Mei 2007

Sabtu, 15 November 2008

Mendidik Guru Berkualitas untuk Pendidikan Berkualitas (Bag.2)

WARISAN LAMA KARAKTERISTIK LINGKUNGAN KERJA GURU

Sebagai unsur yang berada di garda terdepan pendidikan, begitu banyak sebutan sanjungan yang diberikan kepada guru seperti “Guru yang digugu dan ditiru”, “Guru pejabat mulia”, “pahlawan tanpa tanda jasa”, “guru sebagai jabatan profesional”, “guru sebagai sumber teladan”, “guru sebagai pengukir masa depan bangsa”, dsb. Tentunya ungkapan-ungkapan tersebut merupakan upaya untuk memotivasi para guru dalam melaksanakan tugasnya, meskipun dalam kenyataannya banyak yang mempersepsi ungkapan-ungkapan tersebut justru merupakan sanjungan yang tidak sesuai dengan realitas sehingga membuat guru tersandung. Guru dipandang memiliki prestise terhormat., akan tetapi sebagai profesi yang rendah dengan imbalan yang tidak memadai.

Dengan posisi yang sangat strategis di garda terdepan pendidikan, seharusnya guru mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dalam hal pembinaan profesional dan dukungan kesejahteraan melalui manajemen pendidikan yang kondusif. Menurut Carl D. Glickman (1990) guru masih berada di lingkungan kerja yang disebut “The legacy of the One-Room Schoolhouse” atau “warisan satu-kamar bangunan sekolah”. Dikatakan bahwa guru melakukan tugas kerjanya berada dalam sebuah ruangan yang dibatasi empat dinding di kawasan bangunan sekolah. Aktivitas guru dari menit ke menit dari hari ke hari dan dari tahun ke tahun berada dalam batas tembok empat dinding menata seluruh kelas, memeriksa kehadiran murid, mengajar, menilai, dsb. Kondisi ini masih terus berlangsung dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Terisolasi
Penataan struktur ruang kelas tempat guru bertugas membuat guru bekerja secara individual dan berada di lingkungan kerja yang terisolasi. Selama guru melakukan aktivitas instruksional, pihak lain tidak mengamatinya termasuk para supervisor (pengawas). Guru beraktivitas tanpa memperoleh umpan balik dari kinerjanya sehingga sulit bagi mereka untuk memperoleh informasi balikan. Guru lainpun tidak dapat mengamati kinerja guru tersebut sehingga sulit untuk terjadi proses berbagai pengalaman. Mungkin hal ini berbeda dengan mereka yang bekerja dalam suasana kerja yang terbuka seperti di pabrik, di lapangan, di rumah sakit, dsb. Mereka yang bekerja di lingkungan kerja seperti di rumah sakit, para petugas baik profesional (seperti dokter) maupun para-profesional (seperti asisten, perawat, dsb) dapat saling mengamati kinerja masing-masing. Petugas senior dapat membimbing yang senior terutama pemula, demikian juga tenaga paramedis. Situasi seperti ini dapat memberikan pengaruh konstruktif bagi perkembangan profesi, namun hal seperti itu tidak dijumpai dalam lingkungan kerja guru. Kepala sekolah, pengawas, atau pejabat pendidikan jarang yang melakukan pengawasan dan pembinaan yang bersifat mengembangkan. Mereka lebih banyak membahas hal-hal yang bersifat administratif.

2. Dilema psikologis
Kondisi penataan lingkungan kerja seperti dikemukakan di atas, membuat guru secara terus menerus tanpa putus senantiasa berhadapan dengan tantangan psikologis. Setiap hari guru melaksanakan tugasnya dengan perilaku mengajar seperti mengecek kehadiran siswa, memperhatikan siswa satu persatu, menyampaikan materi, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan siswa, menulis, membacakan, memeriksa pekerjaan, melakukan teguran, memberikan pujian, dsb. Kalau guru SD sebagai guru kelas hal itu dilakukan mulai dari pelajaran yang satu ke pelajaran berikutnya sampai akhir waktu. Kalau guru mata pelajaran seperti di SMP atau SMA rangkaian perilaku itu dilakukan dari satu kelas ke kelas lainnya hingga berakhir jam pelajaran. Cukup banyak jumlah siswa yang harus dihadapi setiap hari dengan berbagai ragam kepribadian mulai dari yang menyenangkan sampai ke yang menjengkelkan, mulai dari yang cerdas sampai yang lambat, dan begitu banyak macam pola tingkah laku siswa yang berasal dari berbagai latar belakang. Semua itu harus dihadapi dengan sebaik-baiknya. Sebagai manusia biasa sudah tentu guru akan berhadapan dengan situasi psikologis yang bersifat dilematis. Sebagai guru harus bertahan pada norma-norma etika psikologis, namun sebagai manusia biasa iapun memiliki kualitas kondisi psikologis tertentu. Kalau kurang memiliki daya tahan psikologis yang prima, maka dapat berkembang menjadi konflik, frustrasi bahkan mendapat gangguan psikis.

Dilema psikologis yang dihadapi guru tidak hanya berhadapan dengan siswa, namun dengan pihak orang tua, pihak kepala sekolah, dan birokrasi pendidikan. Orang tua memberikan tuntutan tertentu menurut kehendak dan perasaannya. Pihak kepala sekolah dan birokrasi lainnya lebih banyak menuntut hal-hal yang bersifat administratif. Belum lagi tantangan yang bersifat sosial, ekonomi, kultural, dan bahkan politik cukup memberikan tekanan psikologis. Guru dituntut berperilaku ideal normatif namun berbagai kendala ekonomis membuat mereka berada dalam situasi konflik. Kondisi keluarga seperti tuntutan kebutuhan hidup yang menyangkut sandang, pangan, dan papan, kebutuhan pendidikan, kesehatan, sosial, dsb. makin menambah panjangnya deretan daftar tantangan dilema psikologis bagi guru.

3. Rutinitas
Situasi lingkungan kerja sebagaimana dikemukakan di atas, membawa guru pada pola-pola rutin. Semua aktivitas guru seolah-oleh sudah dipolakan sedemikian rupa sehingga aktivitas guru terpasung dengan hal-hal yang rutin. Kurikulum dan silabus serta jadwal mengajar setiap hari, jadwal mingguan, bulanan, bahkan tahunan, semuanya sudah diatur secara administratif. Sedikit sekali guru berpeluang untuk dapat mengatur dirinya sendiri di luar ketentuan yang rutin. Bahkan di masa lalu hal-hal yang sebenarnya menjadi tugas otonomi guru sudah diatur dari atas seperti buku pelajaran, materi, metode mengajar, soal tes, persiapan mengajar, serta juklak dan juknis lainnya.

Kondisi rutinitas itu dapat menghambat perkembangan kreativitas dan profesi guru, disamping memberikan dampak psikologis seperti kebosanan, apatis, pasif, reaktif,. mekanis, dsb.

4. Kendala guru pemula
Situasi lingkungan kerja seperti telah disebutkan di atas akan banyak menimbulkan kendala bagi para guru pemula. Untuk memulai melaksanakan tugas dakam lingkungan yang baru guru pmula memerlukan orientasi unmtuk mengenal situasi baru dalam mempersiapkan diri untuk memulai melaksanakan tugas. Dalam kenyataan jarang sekali guru memperoleh bantuan untuk memulai tugasnya. Guru-guru yang sudah ada terlebih dahulu atau guru senior kurang banyak membantu. Dari pihak kedinasan dan birokrasi jarang ditemukan adanya program orientasi awal masa tugas bagi pemula. Program yang disebut pendidikan dan pelatihan prajabatan lebih banyak berkenaan dengan berbagai hal yang bersifat administratif kepegawaian.

Kondisi seperti itu agak berbeda dibandingkan dengan lingkungan kerja profesi lain seperti di bidang hukum, kesehatan, pemerintaha, bisnis, dsb. Dalam lingkungan tersebut para pemula telah disiapkan program yang secara bertahap membantu untuk secara bertahap dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Lingkungan kerja guru dengan kondisi seperti itu menjadi kendala untuk memulai tugasnya. Para pemula harus berupaya sendiri dalam melaksanakan tugas dan melakukan penyesuaian diri dalam berbagai aspek. Dampak psikologis yang mungkin timbul adalah rasa terasing yang kemudian berkembang menjada rasa kurang betah dan menurunnya motivasi kerja. Pada gilirannya keadaan seperti itu berpengaruh terhadap efektiivitas kerja guru secara keseluruhan.

5. Karir tak berjenjang
Banyak profesi bergengsi seperti di bidang hukum, kedokteran, sains, rekayasa, dsb. menetapkan secara jelas transisi dari sejak mahasiswa lulus ke jabatan profesional. Untuk dapat melaksanakan tugas profesionalnya dilakukan secara berjenjang melalui seleksi yang cukup ketat dengan kriteria yang jelas. Ketika memulai bertugas pada tahap awal dimulai dengan magang kepada yang lebih seniror dan terus secara berhjenjang sampai pada posisin tertinggi. Dalam jabatan guru hal itu tidak terjadi secara jelas dan terprogram. Begitu lulus dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan langsung terjun ke dunianya laksana anak itik yang langsung berenang. Dan seterusnya sejak mulai sampai akhir masa jabatan tidak pernah terjadi seleksi karir yang berjenjang. Dengan begitu guru pemula sama saja dengan guru yang sudah puluhan tahun bekerja, yang membedakannya hanyalah gaji yang diterima dan pangkat yang semakin tinggi.

Memang ada ketentuan penjenjangan jabatan guru mulai dari guru pratama sampai ke guru utama dengan kriteria perolehan angka kredit. Namun dalam pelaksanaannya lebih banyak berupa ketentuan administratif ketimbang penjenjangan profesional. Di Perguruan Tinggi para dosen cukup jelas ketentuan aturan penjenjangan dan pelaksanaannya. Misalnya seorang asisten ahli tidak diberi wewenang untuk mengajar secara mandiri dan membimbing skripsi.

6. Kurang dialog mengenai pengajaran.
Pada umumnya di sekolah para guru jarang melakukan dialog atau diskusi berkenaan dengan pengajaran baik antar sesama guru maupun dengan supervisornya seperti kepala sekolah atau pengawas. Kalaupun terjadi pertemuan antara pejabat Departemen, Dinas, pengawas atau Kepala Sekolah, pembicaraan lebih banyak bersifat top down dan sedikit menyinggung dialog mengenai pengajaran. Hal-hal yang dibahas lebih banyak bersifat informatif yang berkenaan dengan berbagai peraturan, ketentuan administratif, atau perintah, dsb. Kalau terjadi dialog sesama guru pada waktu istirahat atau waktu luang, lebih banyak obrolan santai membicarakan masalah-masalah pribadi, kesejahteraan, keluarga, lingkungan dsb.
Ada satu bentuk forum yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan dialog instruksional yaitu apa yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Sayangnya forum ini lebih banyak berbentuk kepanjangan kedinasan yang sekali lagi lebih banyak mengarah ke hal-hal administratif.

7. Kurang keterlibatan dalam pengambilan keputusan kurikulum sekolah dan pengajaran.
Jika guru kurang kesempatan berdialog dengan sesama guru, tidak saling melihat satu dengan lain dalam proses pengajaran, dan guru cukup berkinerja dalam kelas, maka tidak heran apabila guru kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan berkenaan dengan kurikulum dan pengajaran. Keadaan ini jelas sangat kurang menguntungkan guru sebagai unsur pendidikan yang berada di garda terdepan pendidikan.
Keputusan pendidikan termasuk kurikulum dan p[engajaran lebih banyak ditetapkan dari atas dalam bentuk petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang seolah-olah sebuah resep yang harus dilaksanakan. Kalau saja inovasi mengenai penerapan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang akan melibatkan guru dalam pelaksanaannya, maka ini satu langkah baik untuk memberikan peluang bagi guru untuk mewujudkan otonomi pedagogisnya. Masalahnya, apakah guru sudah siap, dan apakah ada pembinaan sistematis?

GURU YANG DIHARAPKAN: Profesional, Sejahtera, dan Terlindungi
Menghadapi berbagai tantangan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan nasional, diperlukan guru berkualitas yang mampu mewujudkan kinerja profesional, modern, dalam nuansa pendidikan dengan dukungan kesejahteraan yang memadai dan berada dalam lindungan kepastian hukum. “Guru” adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi dan profesi bagi seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan memalui interaksi edukatif secara terpola, formal, dan sistematis. Saat ini telah lahir Undang-undang nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen sebagai satu landasan konstitusional yang sekaligus sebagai payung hukum yang memberikan jaminan bagi para guru dan dosen secara profesional, sejahtera, dan terlindungi. Undang-undang guru sangat diperlukan dengan tujuan:
(1) mengangkat harkat citra dan martabat guru,
(2) meningkatkan yanggung jawab profesi guru sebagai pengajar, pendidik, pelatih, pembimbing, dan manajer pembelajaran,
(3) memberdayakan dan mendayagunakan profesi guru secara optimal,
(4) memberikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan terhadap profesi guru,
(5) meningkatkan mutu pelayanan dan hasil pendidikan,
(6) mendorong peranserta masyarakat dan kepedulian terhadap guru.

Dalam UU Guru dan Dosen (pasal 1 ayat 1) dinyatakan bahwa: ”Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”. Guru profesional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode, rasa tanggung jawab, pribadi, sosial, intelektual, moral dan spiritual, dan kesejawatan, yaitu rasa kebersamaan di antara sesama guru. pribadi. Sementara itu, perwujudan unjuk kerja profesional guru ditunjang dengan jiwa profesionalisme yaitu sikap mental yang senantiasa mendorong untuk mewujudkan diri sebagai guru profesional.

Kualitas profesionalisme ditunjukkan oleh lima untuk kerja sebagai berikut: (1) Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal. (2) Meningkatkan dan memelihara citra profesi. (3) Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan ketrampilannya. (4) Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi. (5) Memiliki kebanggaan terhadap profesinya.

Dalam UU Guru dan Dosen (pasal 7 ayat 1) prinsip profesional guru mencakup karakteristik sebagai berikut: (a) memiliki bakat, minat, panggilan dan idealisme, (b) memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas, (c) memiliki kompetrensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, (d) memiliki ikatan kesejawatan dan kode etik profesi, (e) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan, (f) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, (g) memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesi secara berkelanjutan, (h) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan (i) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan keprofesian.

Selanjutnya pasal 14 menyatakan bahwa guru mempunyai hak professional sebagai berikut: (a) memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social; (b) mendapatkan poromosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, (c) memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual, (d) memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, (e) memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasaranban pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofeionalam, (f) memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusaan, penghargaan dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan, (g) memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas, (h) memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi, (i) memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan, (j) memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi, dan/atau, (k) memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

Beberapa substansi UU Guru dan Dosen yang bernilai “pembaharuan” untuk mendukung profesionalitas dan kesejahteraan guru antara lain yang berkenaan dengan:
1. Kualifikasi dan kompetensi guru: yang mensyaratkan kualifikasi akademik guru minimal lulusan S-1 atau Diploma IV, dengan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.
2. Hak guru: yang berupa penghasilan di atas kebutuhann hidup minimum berupa gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsionmal, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru. (pasal 15 ayat 1)
3. Kewajiban guru; untuk mengisi keadaan darurat adanya wajib kerja sebagai guru bagi PNS yang memenuhi persyaratan.
4. Pengembangan profesi guru; melalui pendidikan guru yang lebih berorientasi pada pengembangan kepribadian dan profesi dalam satu lembaga pendidikan guru yang terpadu.
5. Perlindungan; guru mendapat perlindungan hukum dalam berbagai tindakan yang merugikan profesi, kesejahteraan, dan keselamatan kerja.
6. Organisasi profesi; sebagai wadah independen untuk peningkatan kompetensi karir, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahtreraan dan atau pengabdian, menetapkan kode etik guru, memperjuangkan aspirasi dan hak-hak guru.

PELUANG DAN TANTANGAN
Sebagai satu bentuk reformasi dan inovasi, kelahirannya akan memberikan peluang sekaligus tantangan yang akan dihadapi oleh subyek-subyek terkait.
Pertama; bagi para guru
Sebagai peluang, guru akan memperoleh jaminan dalam mewujudkan otonomi pedagogis yang merupakan hak azasinya sebagai unsur utama pendidikan sehingga dapat berkinerja secara profesional dan lebih optimal dengan dukungan kualitas kesejahteraan dan perlindungan hukum yang memadai. Disamping itu guru berpeluang untuk memperoleh jaminan sebagai warga negara dengan segala hak dan kewajibannya dalam suasana lingkungan kerja yang kondusif dalam pengembangan karir baik profesi maupun pribadi. Semua peluang tersebut apabila dapat terwujud akan membuat para guru berkinerja secara profesional dengan dukungan kesejahteraan yang memadai dan dalam lingkungan kerja yang kondusif, serta jaminan kepastian karir yang lebih prospektif. Namun semua peluang itu tidak serta merta akan terwujud karena guru ditantang untuk mampu berkinerja sesuai dengan tuntutan undang-undang. Guru harus memenuhi standar profesi baik dalam bentuk kualifikasi maupun kompetensi sebagaimana telah ditetapkan dalam undang-undang dan harus senantiasa meningkatkan mutu profesionalnya melalui berbagai cara dan kesempatan. Guru ditantang untuk dapat melaksanakan semua tuntutan undang-undang berkenaan dengan kewajiban profesionalnya sesuai dengan kode etik profesi. Hak untuk memperoleh kesejahteraan dan jaminan hanya mungkin terwujud apabila yang bersangkutan mampu memenuhi kewajibannya sebagai tantangan dari tuntutan undang-undang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peluang yang mungkin akan dicapai oleh para guru, harus diikuti dengan kemampuan menghadapi tantangan yang yang timbul dari implementasi undang-undang.

Kedua
; bagi pemerintah.
Dengan berlakunya undang-undang guru, pemerintah mendapat tantangan untuk secara konsekuen mengimplementasikan berbagai amanat undang-undang dalam berbagai aspek dan dimensi pendidikan. Sesuai dengan amanat undang-undang, hal yang harus dilaksanakan antara lain: (1) Menata berbagai ketentuan hukum yang berkaitan dengan implementasi undang-undang, (2) Menyediakan dana dan sarana untuk menunjang implementasi undang-undang. (2) Mewujudkan satu sistem manajemen guru dan dosen dalam dalam satu sistem pengelolaan yang profesional dan proporsional. (3) Pembenahan Sistem Pendidikan dan pelatihan yang lebih fungsional untuk dan lebih berorientasi pada pembentukan dan pemberdayaan kepribadian dan profesi, (4) Pengembangan satu sistem remunerasi (gaji dan tunjangan lainnya) bagi guru dan secara adil, bernilai ekonomis, serta memiliki daya tarik sedemikian rupa sehingga merangsang para guru dan melakukan tugasnya dengan penuh dedikasi dan memberikan kepuasan lahir batin.

Ketiga
; bagi organisasi profesi.
Organisasi profesi merupakan peluang untuk sebagai wadah perjuangan dalam mewujudkan semua amanat yang tersirat dan tersurat dalam undang-undang. PGRI yang hingga saat ini telah menjadi salah satu organisasi guru dengan usia paling lama dan memiliki potensi yang cukup mantap dalam struktur, kultur, substansi dan SDM-nya, harus mampu menjadi organisasi profesi sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang. Sebagai organisasi profesi, PGRI mempunyai fungsi sebagai wadah kebersamaan rasa kesejawatan para anggota dalam: (1) mewujudkan keberadaannya di lingkungan masyarakat, (2) memperjuangkan segala aspirasi dan kepentingannya suatu profesi, (3) menetapkan standar perilaku profesional, (4) melindungi seluruh anggota, (5) meningkatkan kualitas kesejahteraan, (6) mengembangkan kualitas pribadi dan profesi.

Keempat; bagi penyelenggara pendidikan
Sebagaimana kita maklumi, Undang-undang Sisdiknas dan Undang-undang Guru dan Dosen memberikan jaminan kesetaraan antara pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) dan yang dioselenggarakan oleh masyarakat (swasta). Bagi penyelenggara pendidikan swasta kelahiran Undang-undang Guru dan Dosen merupakan peluang bagi peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu dan kesejahteraan para pengajar (guru dan dosen). Namun hal itu merupakan tantangan tersendiri yang mungkin cukup berat dan rumit sehingga bukan hal yang mustahil dapat menimbulkan komplikasi. Kondisi swasta yang berbeda dengan negeri terutama dalam dana dan sarana menuntut pihak swasta harus bekerja keras untuk mengejar ketertinggalan dengan negeri. Sementara itu, kondisi swasta memiliki rentangan keragaman yang cukup besar antara satu dengan lainnya sehingga dalam mengimplementasikan Undang-undang Guru dan Dosen memerlukan adaptasi yang cukup rumit dan memerlukan tahapan waktu dalam kurun yang panjang. Untuk itu dibutuhkan kesiapan pihak swasta dan dukungan pemerintah dalam rangka mengembangkan kemitraan penyelenggaraan pendidikan.

Kelima; pihak terkait lainnya
Berbagai pihak terkait baik institusi maupun perorangan yang berada di lingkungan penyelenggara pendidikan, birokrasi, lembaga legislatif, organisasi, dan masyarakat pada umumnya, harus ikut berperan serta dalam implementasi undang-undang guru dan dosen. Dalam hubungan ini semua pihak terkait mendapat tantangan untuk dapat memberikan perlakuan secara tepat sebagai dukungan bagi guru dan dosen dalam mewujudkan dirinya sesuai dengan amanat undang-undang guru. Langkah mendasar yang harus dilakukan oleh pihak birokrasi adalah mereposisi guru dan dosen dalam pendidikan nasional dalam berbagai tatanan dan dimensi pendidikan sesuai dengan tuntutan undang-undang. Selanjutnya guru dan dosen harus diperlakukan sebagai subyek yang berada dalam tatanan manajerial yang berbasis pendidikan sebagai mitra dalam pengelolaan yang luwes. Dengan demikian. Guru dan dosen akan mewujud sebagai pribadi mandiri, matang, penuh percaya diri dan berwibawa untuk tampil sebagai insan professional yang terjamin dan prospektif. Semua itu pada gilirannya akan menunjang suksesnya kinerja pendidikan nasional sebagai infrastruktur pengembangan sumber daya manusia.

PENDIDIKAN GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Setiap aspek dunia pendidikan termasuk masalah kualitas guru saat ini menghadapi tantangan baik global, nasional, maupun lokal. Pada tatanan global seluruh umat manusia di dunia dihadapkan pada tantangan yang bersumber dari perkembangan global sebagai akibat pesatnya perkembangan ilmu perngetahuan dan teknologi. Robert B Tucker (2001) mengidentifikasi adanya sepuluh tantangan di abad 21 yaitu: (1) kecepatan (speed), (2) kenyamanan (convinience), (3) gelombang generasi (age wave), (4) pilihan (choice), (5) ragam gaya hidup (life style), (6) kompetisi harga (discounting), (7) pertambahan nilai (value added), (8) pelayananan pelanggan (costumer service), (9) teknologi sebagai andalan (techno age), (10) jaminan mutu (quality control. Menurut Robert B Tucker kesepuluh tantangan itu menuntut inovasi dikembangkannya paradigma baru dalam pendidikan seperti: accelerated learning, learning revolution, megabrain, quantum learning, value clarification, learning than teaching, transformation of knowledge, quantum quotation (IQ, EQ, SQ, dll.), process approach, Forfolio evaluation, school/community based management, school based quality improvement, life skills, competency based corriculum.

Pada tatanan nasional, dunia pendidikan ditantang dengan berbagai upaya pembaharuan dan pembangunan nasional yang lebih berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia. Lahirnya Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan berrbagai produk ketentuan hukum lainnya merupakan satu tantangan yang harus dihadapi oleh LPTK yang mempunyai tanggung jawab dalam menghasilkan guru yang berkualitas. Pada tatanan lokal dengan penerapan otonomi daerah, setiap daerah mempunyai peluang untuk menata pengembangan tenaga guru yang lebih berkualitas dan sesuai dengantuntutan kebutuhan daerah.
Berkaitan dengan masalah dan kendala guru sebagaimana dikemukakan di atas, cukup banyak kritikan tajam yang ditujukan kepada LPTK khususnya yang berkenaan dengan ketiak mampuan LPTK menghasilkan guruyang berkualitas. Menurut Linda Darling Hammond dan Joan Baratz Snouwden (2007) dalam tulisannya yang berjuudul: ”Good Teacher in Every Classroom: Preparing the High Qualified Teachers Our Children Deserve”., ada beberapa alasan mengapa hal itu terjadi, yaitu pertama; pemerintah dan masyarakat belum menunjukkan keseriusannya dalam menangani hak-hak anak terutama dari kelompok miskin, kedua, penyempitan makna konvensional yang menyatakan bahwa pengajaran semata-mata sebagai proses penyampaian materi sebagaimana digariskan dalam kurikulum; ketiga, banyak pihak yang tidak memahami hakekat mengajar yang sebenarnya, keempat, hampir semua meyakini bahwa yang penting adalah pengajaran dan bukan pembelajaran dari peserta didik, kelima masih longgarnya tuntutan persyaratan untuk menjadi guru yang berkualitas, keenam para peneliti dan pendidik guru barui sampai pada kesepakatan mengenai pengetahuan dasar yang diperlukan oleh guru untuk memasuki kelas. Pendidikan guru di masa lalu dan hingga sekarang sering dikritik terlalu sempit yang dibatasi dengan mempersiapkan pengetahuan yang akan diajarkan di kelas. Sementara kurang memperhatikan hal-hal yang terkait dengan pemahaman mengernai peserta didik, pengembangan profesi, pembentukan kepribadian, dan landasan pedagogis. Sebagai akibatnya ialah guru hanya mampu tampil sebagai penyampai pengetahuan dan tidak tampil sebagai guru profesional sebagaimana dituntut oleh Undang-undang Guru dan Dosen.

Sehubungan dengan kritikan dan tantangan tersebut maka LPTK harus mau dan mampu melakukan reformasi pola-pola pendidikan guru. Pola-pola lama harus dikembangkan sehingga mampu menghasilkan guru yang berkualitas sebagaimana yang diharapkan. Untuk itu perlu dilakukan berbagai penataan sistem secara utuh dengan menempatkan proses pengajaran dan pembelajaran sebagai inti dari siostem pendidikan guru. Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel menyebutnya proses interaksi antara pengajaran dan pembelajaran sebagai ”technical core” dalam pendidikan guru. Mereka menyarankan agar pendidikan guru baik pra-jabatan maupun dalam jabatan dibangun dalam satu sistem yang utuh dengan memperhatikan aspek input, proses, dan output dan terjadi keterpaduan berbagai unsur sub-sistem secara utuh.

Sumber: Kuliah Umum Program Pasca Sarjana dan PGSD
Universitas PGRI Yogyakarta

Mendidik Guru Berkualitas untuk Pendidikan Berkualitas (Bag.1)

Mendidik Guru Berkualitas untuk Pendidikan Berkualitas
Oleh : Prof. Dr. H. Mohamad Surya
Ketua Umum PB PGRI

Dalam kesempatan yang sama setelah menyampaikan orasi ilmiah dalam Dies Natalis ke 45 Universitas PGRI Yogyakarta (UPY) Bapak Prof. Dr. H. Mohamad Surya Ketua Umum PB PGRI juga memberikan kuliah umum kepada para mahasisa Program pasca Sarjana dan PGSD di Aula Unit I Jl. PGRI I Kotak Pos 123 Sonosewu Bantul Yogyakarta. Adapun isi materinya sebagai berikut:

Saat ini dunia pendidikan nasional Indonesia berada dalam situasi “kritis” baik dilihat dari sudut internal kepentingan pembangunan bangsa, maupun secara eksternal dalam kaitan dengan kompetisi antar bangsa. Fakta menunjukkan bahwa, kualitas pendidikan nasional masih rendah dan jauh ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara lain. Berbagai kritikan tajam yang berasal dari berbagai sudut pandang terus ditujukan kepada dunia pendidikan nasional dengan berbagai alasan dan kepentingan.

Bahkan ada beberapa pihak yang menuding bahwa krisis nasional sekarang ini bersumber dari pendidikan dan lebih jauh ditudingkan sebagai kesalahan guru. Benarkah ada unsur “salah” pada guru? Mungkin “ya” dan mungkin “tidak” tergantung dari sudut mana memandang dan menilainya. Namun yang pasti ialah bahwa kondisi guru saat ini bersumber dari pola-pola bangsa ini memperlakukan guru. Meskipun diakui guru sebagai unsur penting dalam pembangunan bangsa, namun secara ironis guru belum memperoleh penghargaan yang wajar sesuai dengan martabat serta hak-hak azasinya. Hal itu tercermin dari belum adanya jaminan kepastian dan perlindungan bagi para guru dalam pelaksanaan tugas dan perolehan hak-haknya sebagai pribadi, tenaga kependidikan, dan warga negara.

Siapapun mulai dari Presiden, wakil rakyat, para penabat, dan semua warga masyarakat sangat setuju bahwa kualitas pendidikan kita harus dirtingkatkan untuk mengejar ketertinggalannya di dalam tantangan golal. Namun bagaimana upaya itu haruis dilakukan secara sistemik agar dapat terwujud dengan baik. Tulisan ini akan mengemukakan satu pandangan bahwa upaya mencapai pendidikan berkualitas harus dimulai dengan guru yang berkualitas. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan tanpa memperhitungkan guru secara nyata, hanya akan menghasilkan satu fatamorgana atau sesuatu yang semu dan tipuan belaka.

Sehubungan dengan itu bahasan berikut akan menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan makna kualitas pendidikan, posisi guru dalam pendidikan, masalah dan kendala, sertra upaya membanguin pendidikan guru yang ideal. Bahasannya baru merupakan pikiran awal yang masih harus dikaji dan dikembangkan lebih lanjut berdasarkan kajian sumber-sumber empiris dari berbagai penelitian dan pengalaman nyata baik dalam maupun luar negeri. Dalam ketidak sempurnaan ini ibarat setitik air di tengah samudra luas namun semoga memberi manfaat dan sumbangsih bagi kaum guru dan dunia pendidikan pada umumnya.

KUALITAS PENDIDIKAN: PROSES DAN HASIL

Dalam konsep yang lebih luas, kualitas pendidikan mempunyai makna sebagai suatu kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan. Kualitas pendidikan yang menyangkut proses dan atau hasil ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria tertentu. Proses pendidikan merupakan suatu keseluruhan aktivitas pelaksanaan pendidikan dalam berbagai dimensi baik internal maupun eksternal, baik kebijakan maupun oprasional, baik edukatif maupun manajerial, baik pada tingkatan makro (nasional), regional, institusional, maupun instruksional dan individual; baik pendidikan dalam jalur sekolah maupun luar sekolah, dsb. Dalam bahasan ini proses pendidikan yang dimaksud adalah proses pendidikan Proses pendidikan yang berkualitas ditentukan oleh berbagai faktor yang saling terkait. Kualitas pendidikan bukan terletak pada besar atau kecilnya sekolah, negeri atau swasta, kaya atau miskin, permanen atau tidak, di kota atau di desa, gratis atau membayar, fasilitas yang “wah dan keren”, guru sarjana atau bukan, berpakaian seragam atau tidak. Faktor-faktor yang menentukan kualitas proses pendidikan suatu sekolah adalah terletak pada unsur-unsur dinamis yang ada di dalam sekolah itu dan lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Salah satu unsurnya ialah guru sebagai pelaku terdepan dalam pelaksanaan pendidikan di tingkat institusional dan instruksional.
Dalam konteks yang lebih luas, hasil pendidikan mencakup tiga jenjang yaitu: produk, efek, dan dampak. Hasil pendidikan yang berupa “produk”, adalah wujud hasil yang dicapai pada akhir satu proses pendidikan, misalnya akhir satu proses instruksional, akhir catur wulan/smester, akhir tahun ajaran, akhir jenjang pendidikan, dsb. Wujudnya dinyatakan dalam satu satuan ukuran tertentu (seperti angka, grade, peringkat, indeks prestasi, yudicium, UAN, dsb.) sebagai gambaran kualitas hasil pendidikan dalam periode tertentu. Hasil pendidikan berupa “efek”, adalah perubahan lebih lanjut terhadap keseluruhan kepribadian peserta didik sebagai akibat perolehan produk dari proses pendidikan (pembelajaran) dari satu periode tertentu. Perolehan produk pendidikan yang dinyatakan dalam bentuk hasil belajar seperti angka dalam rapor, dsb. seyogianya memberikan pengaruh (efek) terhadap perubahan keseluruhan perilaku/kepribadian peserta didik seperti dalam pemahaman diri, cara berfikir, sikap, nilai, dan kualitas kepribadian lainnya. Selanjutnya hasil pendidikan yang berupa “dampak”, adalah berupa pengaruh lebih lanjut hasil pendidikan berupa produk dan efek yang diperoleh peserta didik terhadap kondisi dan lingkungannya baik di dalam keluarga ataupun masyarakat secara keseluruhan.

Guru Di Garda Terdepan Pendidikan
Sesuai dengan judulnya, “guru” merupakan subyek yang menjadi fokus bahasan ini, karena siapapun sependapat bahwa guru merupakan unsur utama dalam keseluruhan proses pendidikan khususnya di tingkat insitusional dan instruksional. Tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi slogan muluk karena segala bentuk kebijakan dan program pada akhirnya akan ditentukan oleh kinerja pihak yang berada di garis terdepan yaitu guru. “No teacher no education, no education no economic and social development” demikian prinsip dasar yang diterapkan dalam pembangunan pendidikan di Vietnam berdasarkan amanat Bapak bangsanya yaitu Ho Chi Minh. Guru menjadi titik sentral dan awal dari semua pembangunan pendidikan. Di Indonesia guru masih belum mendapatkan posisi yang seharusnya dalam kebijakan dan program-program pendidikan. Saatnya kini membuat kebijakan dengan paradigma baru yaitu membangun pendidikan dengan memulainya dari subyek “guru”. Tanpa itu semua dikhawatirkan mutu pendidikan tidak sampai pada cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengembangan sumber daya manusia.
Dalam kenyataan, guru belum memperoleh haknya untuk dapat mengajar secara profesional dan efektif, Hal itu tercermin dari kondisi saat ini yang mencakup jumlah yang kurang sehingga harus bekerja melebihi lingkup tugasnya, mutu yang belum sesuai dengan tuntutan, distribusi yang kurang merata, kesejahteraan yang amat tidak menunjang, dan manajemen yang tidak kondusif. Semua itu merupakan cerminan adanya pelanggaran hak azasi guru. Hak azasi guru proteksi dari pemerintah dan masyarakat melalui perundang-undangan yang mengatur pendidikan antara lain Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, dan Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen harus segera diimplementasikan pada tatanan operasional dan manajerial mulai di tingkat nasional, regional, institusional, sampai tingkat instruksional.

Peran serta guru dalam kaitan dengan mutu pendidikan, sekurang-kurangnya dapat dilihat dari empat dimensi yaitu guru sebagai pribadi, guru sebagai unsur keluarga, guru sebagai unsur pendidikan, dan guru sebagai unsur masyarakat.

Guru sebagai pribadi
Kinerja peran guru dalam kaitan dengan mutu pendidikan harus dimulai dengan dirinya sendiri. Sebagai pribadi, guru merupakan perwujudan diri dengan seluruh keunikan karakteristik yang sesuai dengan posisinya sebagai pemangku profesi keguruan. Kepribadian merupakan landasan utama bagi perwujudan diri sebagai guru yang efektif baik dalam melaksanakan tugas profesionalnya di lingkungan pendidikan dan di lingkungan kehidupan lainnya. Hal ini mengandung makna bahwa seorang guru harus mampu mewujudkan pribadi yang efektif untuk dapat melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai guru. Untuk itu, ia harus mengenal dirinya sendiri dan mampu mengembangkannya ke arah terwujudnya pribadi yang sehat dan paripurna (fully functioning person).

Peran guru di keluarga
Dalam kaitan dengan keluarga, guru merupakan unsur keluarga sebagai pengelola (suami atau isteri), sebagai anak, dan sebagai pendidik dalam keluarga. Hal ini mengandung makna bahwa guru sebagai unsur keluarga berperan untuk membangun keluarga yang kokoh sehingga menjadi fundasi bagi kinerjanya dalam melaksanakan fungsi guru sebagai unsur pendidikan. Untuk mewujudkan kehidupan keluarga yang kokoh perlu ditopang antara lain oleh: landasan keagamaan yang kokoh, penyesuaian pernikahan yang sehat, suasana hubungan inter dan antar keluarga yang harmonis, kesejahteraan ekonomi yang memadai, dan pola-pola pendidikan keluarga yang efektif.

Peran guru di sekolah
Dalam keseluruhan kegiatan pendidikan di tingkat operasional, guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat institusional, instruksional, dan eksperiensial.. Sejalan dengan tugas utamanya sebagai pendidik di sekolah, guru melakukan tugas-tugas kinerja pendidikan dalam bimbingan, pengajaran, dan latihan. Semua kegiatan itu sangat terkait dengan upaya pengembangan para peserta didik melalui keteladanan, penciptaan lingkungan pendidikan yang kondusif, membimbing, mengajar, dan melatih peserta didik. Dengan perkembangan dan tuntutan yang berkembang dewasa ini, peran-peran guru mengalami perluasan yaitu sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang. Sebagai pelatih (coaches), guru memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi peserta didik untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sebagai latihan untuk mencapai hasil pembelajaran optimal.. Sebagai konselor, guru menciptakan satu situasi interaksi di mana peserta didik melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dengan memperhatikan kondisi setiap peserta didik dan membantunya ke arah perkembangan optimal. Sebagai manajer pembelajaran, guru mengelola keseluruhan kegiatan pembelajaran dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar melalui interaksinya dengan peserta didik. Sebagai pemimpin, guru menjadi seseorang yang menggerakkan peserta didik dan orang lain untuk mewujudkan perilaku pembelajaran yang efektif.. Sebagai pembelajar, guru secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru secara kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugasnya.

Peran guru di masyarakat
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara keseluruhan, guru merupakan unsur strategis sebagai anggota, agen, dan pendidik masyarakat. Sebagai anggota masyarakat guru berperan sebagai teladan bagi bagi masyarakat di sekitarnya baik kehidupan pribadinya maupun kehidupan keluarganya. Sebagai agen masyarakat, guru berperan sebagai mediator (penengah) antara masyarakat dengan dunia pendidikan khususnya di sekolah. Dalam kaitan ini, guru akan membawa dan mengembangkan berbagai upaya pendidikan di sekolah ke dalam kehidupan di masyarakat, dan juga membawa kehidupan di masyarakat ke sekolah. Selanjutnya sebagai pendidik masyarakat, bersama unsur masyarakat lainnya guru berperan mengembangkan berbagai upaya pendidikan yang dapat menunjang pencapaian hasil pendidikan yang bermutu.

MASALAH DAN KENDALA

Hingga saat ini masih banyak masalah dan kendala yang berkaitan dengan guru sebagai satu kenyataan yang harus diatasi dengan segera. Berbagai upaya pembaharuan pendidikan telah banyak dilakukan antara lain melalui perbaikan sarana, peraturan, kurikulum, dsb. tapi belum mempriotitaskan guru sebagai pelaksana di tingkat instruksional terutama dari aspek kesejahteraannya. Beberapa masalah dan kendala yang berkaitan dengan kondisi guru antara lain sebagai berikut.
1. Kuantitas, kualitas, dan distribusi.
Dari aspek kuantitas, jumlah guru yang ada masih dirasakan belum cukup untuk menghadapi pertambahan siswa serta tuntutan pembangunan sekarang. Kekurangan guru di berbagai jenis dan jenjang khususnya di sekolah dasar, merupakan masalah besar terutama di daerah pedesaan dan daerah terpencil. Dari aspek kualitas, sebagian besar guru-guru dewasa ini masih belum memiliki pendidikan minimal yang dituntut. Data di lampiran 1 menunjukkan bahwa dari 2.783.321 orang guru yang terdiri atas 1.528.472 orang guru PNS dan sisanya (1.254.849 orang) non-PNS, baru sekitar 40% yang sudah memiliki kualifikasi S-1/D-IV dan di atasnya. Sisanya masih di bawah D-3 atau lebih rendah. Dari aspek penyebarannya, masih terdapat ketidak seimbangan penyebaran guru antar sekolah dan antar daerah.. Dari aspek kesesuaiannya, di SLTP dan SM, masih terdapat ketidak sepadanan guru berdasarkan mata pelajaran yang harus diajarkan.

2. Kesejahteraan.
Dari segi keadilan kesejahteraan guru, masih ada beberapa kesenjangan yang dirasakan sebagai perlakuan diskriminatif para guru. Di antaranya adalah: (1) kesenjangan antara guru dengan PNS lainnya, serta dengan para birokratnya, (2) kesenjangan antara guru dengan dosen, (3) kesenjangan guru menurut jenjang dan jenis pendidikan, misalnya antara guru SD dengan guru SLTP dan Sekolah Menengah, (4) kesenjangan antara guru pegawai negeri yang digaji oleh negara, dengan guru swasta yang digaji oleh pihak swasta, (5) kesenjangan antara guru pegawai tetap dengan guru tidak tetap atau honorer, (6) kesenjangan antara guru yang bertugas di kota-kota dengan guru-guru yang berada di pedesaan atau daerah terpencil, (7) kesenjangan karena beban tugas, yaitu ada guru yang beban mengajarnya ringan tetapi di lain pihak ada yang beban tugasnya banyak (misalnya di sekolah yang kekurangan guru) akan tetapi imbalannya sama saja atau lebih sedikit. Kesejahteraan mencakup aspek imbal jasa, rasa aman, kondisi kerja, hubungan antar pribadi, dan pengembangan karir.

3. Manajemen guru
Dari sudut pandang manajemen SDM guru, guru masih berada dalam pengelolaan yang lebih bersifat birokratis-administratif yang kurang berlandaskan paradigma pendidikan (antara lain manajemen pemerintahan, kekuasaan, politik, dsb.). Dari aspek unsur dan prosesnya, masih dirasakan terdapat kekurang-terpaduan antara sistem pendidikan, rekrutmen, pengangkatan, penempatan, supervisi, dan pembinaan guru. Masih dirasakan belum terdapat keseimbangan dan kesinambungan antara kebutuhan dan pengadaan guru. Rerkrutmen dan pengangkatan guru masih selalu diliputi berbagai masalah dan kendala terutama dilihat dari aspek kebutuhan kuantitas, kualitas, dan distribusi. Pembinaan dan supervisi dalam jabatan guru belum mendukung terwujudnya pengembangan pribadi dan profesi guru secara proporsional. Mobilitas mutasi guru baik vertikal maupun horisontal masih terbentur pada berbagai peraturan yang terlalu birokratis dan “arogansi dan egoisme” sektoral. Pelaksanaan otonomi daerah yang “kebablasan” cenderung membuat manajemen guru menjadi makin semrawut.

4. Penghargaan terhadap guru
Seperti telah dikemukakan di atas, hingga saat ini guru belum memperoleh penghargaan yang memadai. Selama ini pemerintah telah berupaya memberikan penghargaan kepada guru dalam bentuk pemilihan guru teladan, lomba kreatiivitas guru, guru berprestasi, dsb. meskipun belum memberikan motivasi bagi para guru. Sebutan “pahlawan tanpa tanda jasa” lebih banyak dipersepsi sebagai pelecehan ketimbang penghargaan. Pemberian penghargaan terhadap guru harus bersifat adil, terbuka, non-diskriminatif, dan demokratis dengan melibatkan semua unsur yang terkait dengan pendidikan terutama para pengguna jasa guru itu sendiri, sementara pemerintah lebih banyak berperan sebagai fasilitator.

5. Pendidikan guru
Sistem pendidikan guru baik pra-jabatan maupun dalam jabatan masih belum memberikan jaminan dihasilkannya guru yang berkewenangan dan bermutu disamping belum terkait dengan sistem lainnya. Pola pendidikan guru hingga saat ini masih terlalu menekankan pada sisi akademik dan kurang memperhatikan pengembangan kepribadian disamping kurangnya keterkaitan dengan tuntutan perkembangan lingkungan. Pendidikan guru yang ada sekarang ini masih bertopang pada paradigma guru sebagai penyampai pengetahuan sehingga diasumsikan bahwa guru yang baik adalah yang menguasai pengetahuan dan cakap menyampaikannya. Hal ini mengabaikan azas guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran dan sumber keteladanan dalam pengembangan kepribadian peserta didik. Pada hakekatnya pendidikan guru itu adalah pembentukan kepribadian disamping penguasaan materi ajar. Disamping itu pola-pola pendidikan guru yang ada dewasa ini masih terisolasi dengan sub-sistem manajemen lainnya seperti rekrutmen, penempatan, mutasi, promosi, penggajian, dan pembinaan profesi.
Sebagai akibat dari hal itu semua, guru-guru yang dihasilkan oleh LPTK tidak terkait dengan kondisi kebutuhan lapangan baik kuantitas, kualitas, maupun kesepadannya dengan kebutuhan nyata.
(Bersambung)

Jumat, 07 November 2008

Ritual Islam

Ritual Islam dalam Dunia Pendidikan

Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya dan berlindung kepada-Nya dari keburukan jiwa dan perbuatan kami. Barangsiapa yang ditunjuki Allah maka tidak ada yang menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan maka tidak ada yang akan menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad  adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepadanya.
Amma ba’du.
Kini, seperti diketahui, tongkat komando peradaban berada di dunia barat. Keterpurukan dan keterbelakangan begitu lekat di tubuh umat ini. Kejahilan umat Islam terhadap ajaran agamanya luar biasa akutnya.
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (At-Taubah : 32)
Kita perlu melihat realitas umat Islam saat ini. Banyak persoalan yang melilit. Kondisi internal pecah belah dan koyak-moyak. Barisan munafikin yang berkedok liberalis, pluralisme dan demokratis, meski kerangka kerjanya sudah terang : menikam kaum muslimin dari belakang.
Berbicara tentang skala prioritas, adalah fakta yang tak terpungkiri bahwa umat Islam begitu jahil dan awam terhadap ajaran agamanya. Benarlah sabda Rasulullah , “Islam itu datang dalam keadaan asing, dan akan kembali dalam keadaan asing, sebagaimana ia datang. Maka berbahagialah orang-orang asing.” Para sahabat bertanya, “Siapakah yang dimaksud orang-orang asing itu? Rasul  menjawab, “Yang melakukan ishlah (perbaikan) ketika manusia rusak.” Demikian, sebagaimana dituturkan Imam Muslim dalam Shahih-nya.
Yang ingin ditekankan di sini, betapa pun pentingnya persoalan politik, ekonomi dan sosial umat, faktanya Rasulullah  memulai perjuangannya melalui pembersihan aqidah dari segala macam bentuk syirik dan kekufuran. Fasenya pun lebih lama 13 tahun di Makkah, dibandingkan pembangunan infrastruktur, sosial, ekonomi, budaya dan pertahanan keamanan dan selama 10 tahun fase Madinah. Karenanya, upaya dan semangat umat harus terus dilecut untuk memperkuat pemahaman dan pengamalannya terhadap ajaran Islam.
Ajaran Islam tidak terlepaskan dari kegiatan ritual di dalamnya yang erat kaitannya dengan rukun islam yang lima, dikarenakan Islam dibangun dengan kelima pondasi tersebut, yang mana pondasi tersebut adalah sebagai berikut : syahadat, shalat, puasa Ramadhan, zakat dan haji bila mampu. Disamping masih banyak jenis-jenis ritual yang lainnya, di sini kami hanya membatasi persoalan seputar rukun islam saja.

A. Latar Belakang Masalah
Islam secara bahasa artinya berserah diri dan tunduk sedangkan menurut syar’I yaitu, penampakan ketundukan dan penampakan syariat serta melazimi apa yang dibawa oleh Rasulullah , beliau memberitahukan kepada kita bahwa Islam diaplikasikan ke dalam amalan anggota badan yang zhahir baik berupa perkataan dan perbuatan, melafadzkan dua kalimat syahadat dengan lisan, shalat dan puasa dengan amalan badan, zakat dengan amalan harta dan haji adalah amalan badan dan harta.

B. Rumusan Masalah
1. Kapan seseorang menjadi seorang muslim?
2. Apa definisi shalat, bagaimana hukum dan penjelasannya?
3. Apa definisi zakat, bagaimana hukum dan penjelasannya?
4. Apa definisi puasa Ramadhan, bagaimana hukum dan penjelasannya?
5. Apa definisi haji, bagaimana hukum dan penjelasannya?

Allah telah menjelaskan Bahwa tujuan utama penciptaan jin dan manusia adalah untuk beribadah sebagaimana firman Allah,
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Adz-Dzaariyaat : 56)
Dengan adanya tujuan tersebut diperlukan pondasi yang kuat dan setiap muslim wajib tunduk dan melaksanakannya dengan ikhlas dan sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Diriwayatkan dari Umar  dari lafadz hadits yang panjang, bahwasanya Rasulullah  bersabda,
الإِسْلاَمُ أنْ تَشْهَدَ أنْ لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ وَ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ, وَ تُقِيمُ الصَّلاَةَ, وَ تُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَ تَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَ تَحُخَّ البَيْتَ إنِ اسْتََطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً.
“Islam itu adalah, engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada ilah yang berhak disembah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya.”(HR. Muslim)
Dan juga hadits dari Abu Abdirrahman Abdillah bin Umar Ibnu Al-Khaththab  ia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah  bersabda,
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ َشْهاَدةِ أنْ لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ وَ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ, وَ إِقََامِ الصَّلاَةِ, وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ, وَ حَخِّ البَيْتِ, وَ صَوْمِ رَمَضَانَ.
“Islam didirikan di atas lima perkara, yaitu bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah, dan berpuasa pada bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kedua hadits di atas adalah pokok yang agung dalam makrifat dinul Islam, yang padanya terdapat tiang agama dan bergabung rukun-rukunnya. Menjelaskan tentang asas-asas dan kaidah-kaidah Islam yang dibangun di atasnya, dan dengannya menjadikan seseorang itu menjadi Islam. Maka wajib tunduk dengannya, menghafalkannya dan menyebarluaskannya diantara kaum muslimin.

Pertama : Dua Kalimat Syahadat
Tidaklah seorang hamba menjadi seorang muslim kecuali tegak dengan asas-asas, tiang penyangga beserta rukun (penopang) Islam. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, “Islam itu adalah, engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya.”(HR. Muslim).
Sabda beliau , “Islam didirikan di atas lima perkara, yaitu bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.” Adalah seruan Islam yang paling agung, dikarenakan dengan syahadat ini darah dan harta seseorang akan terjaga, diriwayatkan dari Abu Hurairah , Rasulullah  bersabda, “Aku diperintahkan untuk membunuh manusia, hingga ia bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali hanya Allah dan beriman kepadaku dan dengan apa yang datang bersamaku, apabila mereka telah melaksanakannya maka darah-darah dan harta benda mereka telah terjaga dariku kecuali dengan haknya dan hisab mereka berada di hadapan Allah.”(HR. Muslim)
Dengan syahadat ini Allah menerima apa yang disyariatkan kepada kita berupa amalan, dan dengannya pula seseorang dapat masuk Surga dan mendapat keselamatan dari api Neraka, Allah Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum.” (Al-A’raaf : 40)
Dengan syahadat akan diampuni dosa-dosa bagaimana pun besarnya.
Dan maknanya, yaitu Allah menerima peribadatan yang benar dan terlepas dari ibadah yang ditujukan pada selain-Nya, Dia adalah Ilah yang haq dalam wujud, sedangkan selain-Nya berupa sembahan-sembahan yang batil, Adapun makna dari kalimat Muhammad adalah utusan Allah, yaitu bersaksi bahwasanya Muhammad diutus dari sisi Allah, diwajibkan mencintainya, taat terhadap apa yang diperintahkannya dan membenarkan apa yang dikabarkannya dan tidak sepantasnyalah mendahului perkataan beliau dengan perkataan yang lain.

Kedua : Shalat
Shalat adalah perantara antara seorang hamba dengan Rabb-nya Tabaraka Wata’ala, diwajibkan menunaikannya berdasarkan petunjuk dari Rasulullah , ((صَلُّوا كَمَا رَأَيتُمُونِي أُصَلِّي)) “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Al-Bukhari) dan akan selamat siapa yang menunaikannya dengan penuh kekhusyu’an, tawadhu’ dan penuh ketundukan. Allah Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (1) (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya.” (Al-Mukminuun : 1-2)
Barangsiapa menjaga shalatnya maka baginya kelak pada hari Kiamat dia diberi cahaya, penerangan dan keselamatan, dan baginya janji dari Allah Ta’ala dimasukkan dia ke dalam surga.
Shalat juga menghalangi seorang muslim dari perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala,

“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.”(Al-Ankabuut : 45)
Shalat sebagaimana yang disabdakan Rasulullah adalah, “Hal pertama yang dihisab dari seorang hamba kelak pada hari Kiamat adalah shalat, jika baik maka baiklah seluruh amalannya dan jika rusak maka rusaklah seluruh amalannya.” (HR.Ath-Thabrani) dan Shalat wajib lima waktu menghapuskan dosa dan kesalahan.
Hukum orang meninggalkan Shalat :
Para ulama bersepakat bahwasanya orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja dan mengingkarinya maka orang tersebut telah kafir dan keluar dari agama Islam. Dan para ulama berbeda pendapat tentang hukum orang yang meninggalkan shalat karena bermalas-malasan dan menyibukkan diri darinya tanpa adanya udzur yang pasti.
a. Diantara mereka ada yang berpendapat dengan mengkafirkannya, dari kalangan para sahabat yang berpendapat demikian adalah Umar Ibnu Al-Khaththab, Abdurrahman bin Auf, Mu’adz bin Jabal, Abu Hurairah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdillah, dan Abu Darda’ Radhiallahu’anhum, dan dari selain kalangan para sahabat diantaranya adalah Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahawaih, Abdullah Ibnu Al-Mubarak dn An-Nakha’I, mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Jabir, ia berkata, Rasulullah  bersabda, “Antara seorang laki-laki dan antara seorang kafir meninggalkan shalat.” (HR.Muslim)
b. Diantara mereka ada yang berpendapat dengan kefasikan dan belum mengkafirkannya, ini adalah pendapat jumhur ulama salaf dan khalaf diantaranya, Malik, Asy-Syafi’I, dan Abu Hanifah, mereka berdalil dengan sabda Rasulullah , “Shalat wajib lima waktu telah ditetapkan oleh Allah kepada para hamba, barangsiapa yang datang dengannya dan tidak hilang sesuatu pun darinya, meringankan haqnya, maka baginya ada janji di sisi Allah, ia akan dimasukkan ke dalam Surga, dan barangsiapa yang tidak datang dengannya maka tidak ada janji baginya, jika Allah berkehendak maka Dia akan mengadzabnya dan jika Allah berkehendak Dia akan memasukkannya ke dalam Surga.
Yang nampak dalam hadits tersebut, bahwa bagi siapa yang meninggalkan shalat ada ampunan baginya, hal ini jikalau seseorang itu meninggalkannya bukan karena ia seorang yang benar-benar kafir, namun jika ia seorang yang kafir terlarang ampunan untuknya, demikian pula tentang tidak kekalnya di dalam Neraka, merupakan dalil bahwa bagi yang meninggalkan shalat bukan karena seorang yang benar-benar kafir, dikarenakan maklum diketahui bahwasanya orang kafir itu kekal di dalam Neraka. Firman Allah Ta’ala,

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisaa’ : 116)

Ketiga : Zakat
Zakat menurut syar’I adalah bagian yang telah ditetapkan pada harta tertentu setelah memenuhi segala persyaratannya. Kata zakat berasal dari kata az-zakaat didalam bahasa Arab yang berarti sesuatu yang tumbuh berkembang, suatu yang bersih suci dan memiliki berkah.
Kewajiban mengeluarkan zakat telah disebutkan oleh Allah ‘azza wajalla dalam beberapa tepat didalam Al-Qur`an, diantaranya firman Allah,

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (At-Taubah : 103)
Zakat adalah fardhu ‘ain bagi setiap orang yang telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat.kewajibannya ditetapkan berdasarkan Al-Qur`an, As-Sunnah dan Ijma’. Zakat senantiasa disandingkan dengan shalat di delapan puluh dua ayat, diantaranya adalah firman Allah Ta’ala,

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (Al-Baqarah : 110)
Allah Ta’ala memberikan ancaman keras terhadap orang yang kikir mengeluarkannya, Allah berfirman,
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,(34) pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (At-Taubah 34-35)
Rasulullah  juga memerintahkan untuk memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat, diriwayatkan dari Ibnu Umar , Rasulullah  bersabda, “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat…”(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Fadhilah dan Faidah Zakat :
1) Mengeluarkan zakat merupakan salah satu sifat orang-orang yang berbakti (al-abrar) dan penghuni Surga. (Adz-Dzariyat : 15-19)
2) Mengeluarkan zakat adalah salah satu sifat kaum mukminin yang berhak mendapatkan rahmat Allah. (At-Taubah : 71)
3) Allah Ta’ala akan mengembangkan dan menyuburkan harta zakat bagi orang yang mengeluarkannya. (Al-Baqarah : 276)
4) Allah akan menaungi orang yang mengeluarkan zakat dari panasnya Hari Kiamat.
5) Zakat membersihkan harta dan mengembangkannya, serta membuka pintu-pintu rizki bagi pelakunya.
6) Zakat adalah sebab turunnya berbagai kebaikan dan menolak membayarnya adalah sebab terhalangnya berbagai kebaikan.
7) Zakat menghapuskan dosa dan kesalahan.
8) Zakat adalah bukti kebenaran iman pelakunya.
9) Zakat membersihkan akhlak orang yang mengeluarkannya dan melapangkan dadanya.
10) Zakat akan menjaga harta dan melindunginya dari perhatian orang-orang fakir dan jamahan orang-orang yang jahat.
11) Zakat dapat membantu orang-orang yang fakir dan orang-orang yang membutuhkannya.
12) Zakat adalah partisipasi seorang muslim dalam menunaikan kewajiban sosialnya.
13) Zakat adalah bentuk rasa ungkapan syukur akan nikmat harta.

Keempat : Puasa Ramadhan
Puasa ialah menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga matahari terbenam dengan disertai niat untuk beribadah kepada Allah Ta’ala. Puasa Ramadhan wajib bagi setiap muslim yang baligh, berakal, sehat badan, dan bermukim, berdasarkan firman Allah Ta’ala,

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al-Baqarah : 183)
Dari As-Sunnah, hadits Ibnu Umar , “Islam didirikan di atas lima perkara, yaitu bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah, dan berpuasa pada bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Anjuran akan puasa Ramadhan :
Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan ikhlas karena Allah Ta’ala mengharapkan apa yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang berpuasa berupa pahala yang besar, dan ampunan Allah Tabaraka wa Ta’ala akan dosa-dosanya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah , Rasulullah  bersabda, ((مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ)) “Barangsiapa berpuasa karena iman dan mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.”(HR. Al-Bukhari dan Ibnu Majah)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah , Rasulullah bersabda, “Jika telah masuk bulan Ramadhan, maka dibuka pintu-pintu langit, ditutup pintu-pintu Jahannam, dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah , Rasulullah  bersabda, “Shalat-lima waktu, dari Jum’at ke Jum’at dari Ramadhan ke Ramadhan, menghapuskan dosa-dosa yang diperbuat di antara keduanya selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim)
Di bulan Ramadhan terdapat sepuluh hari terakhir dan malam Lailatul Qadar.

Kelima : Haji
Haji menurut istilah syar’I, ialah pergi menuju Baitullah Al-Haram dan masya’ir (tempat-tempat pelaksanaan haji) untuk menunaikan ibadah tertentu, pada masa tertentu dan dengan kaifiyat tertentu.
Haji hukumnya fardhu ‘ain atas setiap mukallaf yang mampu sekali dalam seumur hidup, haji merupakan rukun islam, kewajibannya telah ditetapkan berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’. Allah Ta’ala berfirman,

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Ali Imran : 97)
Menurut As-Sunnah, telah diriwayatkan banyak sekali hadits hingga mencapai derajat mutawatir yang memberikan keyakinan dan kepastian tentang penetapan kewajiban ini, diantaranya, adalah hadits Ibnu Umar  yang telah disebutkan sebelumnya dan hadits Abu Hurairah , ia berkata, Rasulullah  berkhutbah di hadapan kami dengan mengatakan, “Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji atas kalian, maka berhajilah.” Mendengar hal itu seseorang berkata, “Apakah setiap tahun wahai Rasulullah?” Rasulullah hanya diam, hingga ia mengulangi pertanyaannya tiga kali. Maka Rasulullah  bersabda, “Kalau aku katakan ya, niscya menjadi wajib, dan (jika wajib) niscaya kalian tidak akan mampu mengerjakannya…”(HR. Muslim)
Adapun menurut ijma’ ulama, maka umat telah bersepakat atas wajibnya haji bagi orang yang mampu sekali dalam seumur hidup.
Kewajiban Haji harus Dilakukan Segera ataukah tidak Harus Segera?
Jumhur ulama di antaranya Abu Hanifah-menurut riwayat yang paling shahih-, Abu Yusuf, Malik dan Ahmad berpendapat, siapa saja yang telah terpenuhi pada dirinya syarat-syarat wajib haji, maka telah wajib atasnya haji dan ia harus mengerjakannya segera. Ia berdosa bila menunda-nundanya, dengan berdalil :
 Firman Allah Ta’ala,

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah.” (Ali Imran : 97)
 Sabda Nabi , “Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji atas kalian, maka berhajilah.” Hukum asal suatu perintah adalah harus dikerjakan dengan segera selama tidak ada indikasi yang menunjukkan selain itu.
 Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari Nabi , beliau bersabda, “Bersegeralah menuju haji, yakni yang wajib, karena salah satu dari kalian tidaklah mengetahui apa yang merintanginya.” Sisi pendalilan dari hadits ini sudah jelas, dikarenakan  memerintahkan untuk bersegera dan tidak didapati tanda yang kuat yang mengandung perintah bersegera ini kepada makna selainnya wallahu A’lam.
Keutamaan Ibadah Haji :
Haji menghapus dosa-dosa terdahulu
Diriwayatkan dari Abu Hurairah , Rasulullah  bersabda, “Barangsiapa mengerjakan haji, lalu ia tidak berkata keji dan berbuat kefasikan, maka ia kembali dari hajinya seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Haji merupakan sebab terbebas dari api Neraka
Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu’anha, Rasulullah  bersabda, “Tidak ada satu hari pun dimana Allah lebih banyak membebaskan hamba dari api Neraka selain hari Arafah. Sesungguhnya Allah mendekat, lalu membanggakan mereka di hadapan para Malaikat.”(HR. Muslim)
Balasan haji hanyalah Surga
Diriwayatkan dari Abu Hurairah , Rasulullah  bersabda,
العُمْرَةُ إِلَي العُمْرَةِ كَفَارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الجَنَّةُ.
“Dari umrah ke umrah adalah penebus dosa yang terjadi di antara keduanya, dan tidak ada balasan yang setimpal bagi haji yang mabrur kecuali Surga.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Haji termasuk amalan yang paling utama
Diriwayatkan dari Abu Hurairah , Rasulullah  ditanya, “Amal apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Beliau ditanya lagi, “Lalu apa?”Beliau menjawab, “Jihad fii sabiilillah.” Beliau ditanya lagi, “Lalu apa?” Beliau menjawab, “Haji mabrur.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Haji adalah jihad yang paling afdhal bagi kaum wanita
Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata, Wahai Rasulullah, kami lihat jihad adalah amalan yang paling utama, bolehkah kami berjihad?” Nabi menjawab, “Tidak akan tetapi bagi kalian jihad yang lebih utama adalah haji mabrur.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kewajiban-kewajiban Haji :
Ihram, Thawaf (thawaf Ifadhah), Sa’I diantara Shafa dan Marwah, Wukuf di Arafah, bermalam di muzdalifah pada malam Idul Adha, melontar jumrah di Mina, mencukur dan memendekkan rambut.

Ibadah sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Taimiyah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah baik ucapan dan perbuatan zhahir maupun batin. Berarti ibadah mencakup seluruh aktifitas dan hubungan baik secara vertikal dan horizontal selagi dalam rangka mencari ridha Allah.
Allah menjadikan ibadah suatu yang taufiqi (berdasarkan tuntutan) ada yang berhubungan dengan hak Allah seperti tauhid, berdo’a, tawakkal, istighatsah, nadzar, sumpah, isti’anah, shalat, puasa, zakat, dan haji. Dan ada yang berhubungan dengan sesama makhluk seperti berniaga, pernikahan, thalak, sewa-menyewa, utang-piutang dan lain sebagainya.
Ritual ibadah yang kita tunaikan tidak lepas dari ilmu fiqih, ilmu ini diwariskan untuk menjelaskan ajaran Islam tentang alif-ba-ta kehidupan, tapi dalam perkembangannya, fiqih juga mengalami kemerosotan, itu terjadi, ketika taklid buta dan fanatisme madzhab berkecambah dan pendapat lebih dikedepankan, daripada dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah. Tak ayal, silang pendapat pun berubah menjadi sengketa. Ikhtilaf tak lagi menyuburkan khazanah intelektual umat mauupun menghiasi keanekaragaman pandangan, tapi menjadi amunisi untuk saling berseteru dan berselisih.
Maka bagi kita sebaiknya menelaah berbagai dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah, atsar para sahabat, tabi’in dan pedapat para ulama tentang berbagai masalah hukum Islam dan memperhatikan pelbagai kesepakatan dan perbedaan pendapat di kalangan ulama dan memilih mana yang paling rajih (kuat) agar kita mempunyai wawasan tentang berbagai sudut pandang dalam fiqih, dan tentram dalam mengamalkan ibadah dan muamalah dalam Islam.
Adapun penjelasan lebih lanjut tentang pelaksanaan zakat, puasa Ramadhan dan haji bisa diruju’ dalam buku-buku fiqh yang menjelaskan ketiga permasalahan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

- Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, Maktabah At-Taufiqiyah Kairo, Mesir, 1424H. Edisi Indonesia : Penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari, Shahih Fiqih Sunnah 3, Pustaka At-Tazkia Jakarta, 2007.
- Nadzim Muhammad Shulthan, Qawaid wa Fawaid, Daar Al-hijrah Riyadh, 1991.
- Amin bin Yahya Al-Wazan, Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, Daarul Qashim Riyadh, Saudi Arabia, 1419 H. Edisi Indonesia : Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin, Fatwa-fatwa Tentang Wanita 1, Daarul Haq Jakarta, 2001.

Kamis, 06 November 2008

Profesionalisme Dunia Pendidikan

Sesuai dengan judulnya, “guru” merupakan subyek yang menjadi fokus bahasan ini, karena siapapun sependapat bahwa guru merupakan unsur utama dalam keseluruhan proses pendidikan khususnya di tingkat institusional dan instruksional. Tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi slogan muluk karena segala bentuk kebijakan dan program pada akhirnya akan ditentukan oleh kinerja pihak yang berada di garis terdepan yaitu guru. “No teacher no education, no education no economic and social development” demikian prinsip dasar yang diterapkan dalam pembangunan pendidikan di Vietnam berdasarkan amanat Bapak bangsanya yaitu Ho Chi Minh. Guru menjadi titik sentral dan awal dari semua pembangunan pendidikan. Di Indonesia guru masih belum mendapatkan posisi yang seharusnya dalam kebijakan dan program-program pendidikan. Saatnya kini membuat kebijakan dengan paradigma baru yaitu membangun pendidikan dengan memulainya dari subyek “guru”. Tanpa itu semua dikhawatirkan mutu pendidikan tidak sampai pada cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengembangan sumber daya manusia.

Jabatan guru dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan tenaga guru. Kebutuhan ini meningkat dengan adanya lembaga pendidikan yang menghasilkan calon guru untuk menghasilkan guru yang profesional. Pada masa sekarang ini Lembaga Penyelenggara Tenaga Kependidikan (LPTK) menjadi satu-satunya lembaga yang menghasilkan guru. Walaupun jabatan profesi guru belum dikatakan penuh, namun kondisi ini semakin membaik dengan peningkatan penghasilan guru, pengakuan profesi guru, organisasi profesi yang semakin baik, dan lembaga pendidikan yang
menghasilkan tenaga guru sehingga ada sertifikasi guru melalui Akta Mengajar. Organisasi profesi berfungsi untuk menyatukan gerak langkah anggota profesi dan untuk meningkatkan profesionalitas para anggotanya. Setelah PGRI yang menjadi satu-satunya organisasi profesi guru di Indonesia, kemudian berkembang pula organisasi guru sejenis (MGMP).

Tokoh-tokoh pendidikan sekarang menekankan pada gagasan tentang demokrasi dalam hidup sekolah : guru-guru hendaknya didorong untuk ikut serta dalam pemecahan masalah-masalah administrative yang langsung mempengaruhi status professional guru.
Kegiatan partisipasi guru dalam administrasi sekolah itu antara lain seperti sumbangan-sumbangan guru terhadap perbaikan kesejahteraan guru dan murid, penyempurnaan kurikulum, pemilihan buku-buku dan alat-alat pelajaran dan sebagainya.
Menghadapi berbagai tantangan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan nasional, diperlukan guru berkualitas yang mampu mewujudkan kinerja profesional, modern, dalam nuansa pendidikan dengan dukungan kesejahteraan yang memadai dan berada dalam lindungan kepastian hukum. Saat ini telah lahir Undang-undang nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen sebagai satu landasan konstitusional yang sekaligus sebagai payung hukum yang memberikan jaminan bagi para guru dan dosen secara profesional, sejahtera, dan terlindungi.
Undang-undang guru sangat diperlukan dengan tujuan:
(1) mengangkat harkat citra dan martabat guru,
(2) meningkatkan yanggung jawab profesi guru sebagai pengajar, pendidik, pelatih, pembimbing, dan manajer pembelajaran,
(3) memberdayakan dan mendayagunakan profesi guru secara optimal,
(4) memberikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan terhadap profesi guru,
(5) meningkatkan mutu pelayanan dan hasil pendidikan,
(6) mendorong peranserta masyarakat dan kepedulian terhadap guru.

Dalam UU Guru dan Dosen (pasal 1 ayat 1) dinyatakan bahwa: ”Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.
Guru profesional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode, rasa tanggung jawab, pribadi, sosial, intelektual, moral dan spiritual, dan kesejawatan, yaitu rasa kebersamaan di antara sesama guru. pribadi. Sementara itu, perwujudan unjuk kerja profesional guru ditunjang dengan jiwa profesionalisme yaitu sikap mental yang senantiasa mendorong untuk mewujudkan diri sebagai guru profesional.

Kualitas profesionalisme ditunjukkan oleh lima untuk kerja sebagai berikut:
(1) Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal.
(2) Meningkatkan dan memelihara citra profesi.
(3) Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan ketrampilannya.
(4) Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi.
(5) Memiliki kebanggaan terhadap profesinya.

Dalam UU Guru dan Dosen (pasal 7 ayat 1) prinsip profesional guru mencakup karakteristik sebagai berikut:
(a) memiliki bakat, minat, panggilan dan idealisme,
(b) memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas, (c) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas,
(d) memiliki ikatan kesejawatan dan kode etik profesi,
(e) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan,
(f) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja,
(g) memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesi secara berkelanjutan,
(h) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan (i) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan keprofesian.

Selanjutnya pasal 14 menyatakan bahwa guru mempunyai hak professional sebagai berikut: (a) memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social;
(b) mendapatkan poromosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja,
(c) memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual, (d) memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi,
(e) memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasaranban pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofeionalam,
(f) memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusaan, penghargaan dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan,
(g) memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas,
(h) memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi,
(i) memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan,
(j) memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi, dan/atau,
(k) memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

Beberapa substansi UU Guru dan Dosen yang bernilai “pembaharuan” untuk mendukung profesionalitas dan kesejahteraan guru antara lain yang berkenaan dengan:
1. Kualifikasi dan kompetensi guru: yang mensyaratkan kualifikasi akademik guru minimal lulusan S-1 atau Diploma IV, dengan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.
2. Hak guru: yang berupa penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum berupa gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsionmal, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru. (pasal 15 ayat 1)
3. Kewajiban guru; untuk mengisi keadaan darurat adanya wajib kerja sebagai guru bagi PNS yang memenuhi persyaratan.
4. Pengembangan profesi guru; melalui pendidikan guru yang lebih berorientasi pada pengembangan kepribadian dan profesi dalam satu lembaga pendidikan guru yang terpadu.
5. Perlindungan; guru mendapat perlindungan hukum dalam berbagai tindakan yang merugikan profesi, kesejahteraan, dan keselamatan kerja.
6. Organisasi profesi; sebagai wadah independen untuk peningkatan kompetensi karir, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahtreraan dan atau pengabdian, menetapkan kode etik guru, memperjuangkan aspirasi dan hak-hak guru.

Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh. Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semiprofesional, namun sebenarnya lebih dari itu.
Hal ini dimungkinkan karena jabatan guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan yang lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi profesi, kode etik dan ada aturan tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No. 26/1989).

Usaha profesionalisasi merupakan hal yang tidak perlu ditawar-tawar lagi karena uniknya profesi guru. Profesi guru harus memiliki berbagai kompetensi seperti kompetensi profesional, personal dan sosial. Menurut Drs, Moh. Uzer Usman (1989), untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang professional yang harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan.

Adapun ciri-ciri profesi keguruan adalah sebagai berikut.
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (dibandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
4. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
6. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

Ruang lingkup layanan guru dalam melaksanakan profesinya, yaitu terdiri atas (1) layanan administrasi pendidikan; (2) layanan instruksional; dan (3) layanan bantuan, yang ketiganya berupaya untuk meningkatkan perkembangan siswa secara optimal.
Ruang lingkup profesi guru dapat pula dibagi ke dalam dua gugus yaitu gugus pengetahuan dan penguasaan teknik dasar profesional dan gugus kemampuan profesional.
Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terkait oleh dinas maupun di luar dinas, dalam bentuk pengabdian. Apabila kita kelompokkan terdapat tiga jenis tugas guru, yakni tugas dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan, dan tugas dalam bidang kemasyarakatan.

Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan ketrampilan-ketrampilan pada siswa.

Tugas guru sebagai kemanusiaan meliputi bahwa guru di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Sedangkan masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan.
Peranan dan kompetensi guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukakan oleh Adams dan Decey dalam Basic Prinsiples of Student Teaching, antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencana, supervisor, motivator, penanya, evaluator, dan konselor. Yang akan dikemukakan di sini adalah peranan yang dianggap paling dominan dan diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Guru sebagai demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan di ajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Seorang guru hendaknya mampu dan terampil dalam merumuskan tujuan instruksional khusus (TIK), memahami kurikulum, dan dia sendiri sebagai sumber belajar terampil dalam memberikan informasi kepada kelas. Sebagai pengajar iapun harus membantu perkembangan anak didik untuk dapat menerima, memahami, serta menguasai ilmu pengetahuan. Untuk itu hendaknya mampu memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan.

b. Guru sebagai pengelola kelas
Dalam peranannya sebagai pengelola kelas (Learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas karena kelas merupakan lingkungan belajar serta merupakan suatu aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap lingkungan itu turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik.
Lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.
Kualitas dan kuantitas belajar siswa di dalam kelas bergantung pada banyak faktor, antara lain ialah guru, hubungan pribadi antara siswa di dalam kelas, serta kondisi umum dan suasana di dalam kelas.
Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
Sebagai manajer guru bertanggung jawab memelihara lingkungan fisik kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan atau membimbing proses-proses intelektual dan sosial di dalam kelasnya. Dengan demikian guru tidak hanya memungkinkan siswa belajar, tetapi juga mengembangkan kebiasaan bekerja dan belajar secara efektif di kalangan siswa.

c. Guru sebagai mediator atau fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian jelaslah bahwa media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Selain itu seorang guru harus memiliki ketrampilan memilih dan menggunakan serta mengusahakan media itu dengan baik. Untuk itu guru perlu mengalami latihan-latihan praktek secara kontinyu dan sistematik, baik melalui pre-service maupun melalui inservice training. Memilih dan menggunakan media pendidikan harus sesuai dengan tujuan, materi, metode, evaluasi, dan kemampuan guru serta minat dan kemampuan siswa.
Sebagai mediator guru pun menjadi perantara dalam hubungan antar manusia. Maka dari itu harus terampil mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi. Tujuannya ialah agar guru dapat menciptakan secara maksimal kualitas lingkungan yang interaktif.
Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang kiranya berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dalam proses belajar mengajar, baik yang berupa nara sumber, buku teks, majalah, atau pun surat kabar.

d. Guru sebagai evaluator
Guru sebagai evaluator yang baik akan melengkapi proses belajar mengajarnya dengan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau tidak, apakah materi yang diajarkan sudah dikuasai atau belum oleh siswa, apakah metode yang digunakan sudah cukup tepat. Semua pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.
Dengan kata lain, penilaian perlu dilakukan karena, dengan penilaian, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar. Tujuan lain dari penilaian diantaranya ialah untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelas atau kelompoknya. Dengan penilaian, guru dapat menetapkan apakah seorang siswa termasuk ke dalam kelompok siswa yang pandai, sedang, kurang, atau cukup baik di kelasnya jika dibandingkan dengan teman-temannya.
Kompetensi Profesional guru adalah sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan profesi yang menuntut berbagai keahlian di bidang pendidikan atau keguruan. Kompetensi profesional merupakan kemampuan dasar guru dalam pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, bidang studi yang dibinanya, sikap yang tepat tentang lingkungan PBM dan mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar.

Beberapa komponen kompetensi profesional guru adalah berikut ini.
1. Penguasaan Bahan Pelajaran Beserta konsep-konsep.
2. Pengelolaan program belajar-mengajar.
3. Pengelolaan kelas.
4. Pengelolaan dan penggunaan media serta sumber belajar.
5. Penguasaan landasan-landasan kependidikan.
6. Kemampuan menilai prestasi belajar-mengajar.
7. Memahami prinsip-prinsip pengelolaan lembaga dan program pendidikan di sekolah.
8. Menguasai metode berpikir.
9. Meningkatkan kemampuan dan menjalankan misi profesional.
10. Memberikan bantuan dan bimbingan kepada peserta didik.
11. Memiliki wawasan tentang penelitian pendidikan.
12. Mampu menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.
13. Mampu memahami karakteristik peserta didik.
14. Mampu menyelenggarakan Administrasi Sekolah.
15. Memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan.
16. Berani mengambil keputusan.
17. Memahami kurikulum dan perkembangannya.
18. Mampu bekerja berencana dan terprogram.
19. Mampu menggunakan waktu secara tepat.

Penguasaan Materi menjadi landasan pokok seorang guru untuk memiliki kemampuan mengajar. Penguasaan materi seorang guru dilakukan dengan cara membaca buku-buku pelajaran. Kemampuan penguasaan materi mempunyai kaitan yang erat dengan kemampuan mengajar guru, semakin dalam penguasaan seorang guru dalam materi/bahan ajar maka dalam mengajar akan lebih berhasil jika ditopang oleh kemampuannya dalam menggunakan metode mengajar.

Penguasaan bahan ajar dapat diawali dengan mengetahui isi materi dan cara melakukan pendekatan terhadap materi ajar. Guru yang menguasai bahan ajar akan lebih yakin di dalam mengajarkan materi, senantiasa kreatif dan inovatif dalam metode penyampaiannya.
Menghadapi berbagai tantangan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan nasional, diperlukan guru berkualitas yang mampu mewujudkan kinerja profesional, modern, dalam nuansa pendidikan dengan dukungan kesejahteraan yang memadai dan berada dalam lindungan kepastian hukum. “Guru” adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi dan profesi bagi seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan memalui interaksi edukatif secara terpola, formal, dan sistematis.

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”. Guru profesional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode, rasa tanggung jawab, pribadi, sosial, intelektual, moral dan spiritual, dan kesejawatan, yaitu rasa kebersamaan di antara sesama guru. pribadi. Sementara itu, perwujudan unjuk kerja profesional guru ditunjang dengan jiwa profesionalisme yaitu sikap mental yang senantiasa mendorong untuk mewujudkan diri sebagai guru profesional.


DAFTAR PUSTAKA
- M. Ngalim Purwanto, Drs. MP., Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Remaja Rosdakarya Bandung, 1992.
- Moh. Uzer Usman, Drs., Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya Bandung, 1989.
- Mohamad Surya, Prof. Dr. H., Orasi ilmiah dalam Dies Natalis ke 45 Universitas PGRI Yogyakarta (UPY), Sonosewu Bantul Yogyakarta, 12 Desember 2007.
- Diarsipkan di bawah: GURU, Profesi Keguruan, WordPress.com.