Senin, 29 Juni 2009

Selamat bertemu kembali di Newsletter Hypnoparenting. Edisi
kali ini edisi #03 berjudul "Mendidik Anak Tanpa Kekerasan".

Apa yang anda dapatkan dari newsletter edisi ini:
Apakah mendidik atau mendisiplinkan anak perlu dengan kekerasan?
Sebuah cerita nyata tentang bagaimana seorang anak yang
melakukan kesalahan tetapi diberi pelajaran oleh orangtuanya
tanpa kekerasan dan pelajaran itu diingat selamanya oleh anak.

Anda sudah siap untuk membaca newsletter ini selengkapnya??
Mari kita simak penjelasan berikut ini.


Mendidik Anak Tanpa Kekerasan
-----------------------------

Seringkali orangtua menanyakan ke saya "Anak saya ini kalau
diomongin susah nurutnya, bagaimana sih caranya agar anak
nurut dengan orangtua? Apa musti dipukul dulu baru nurut?"
Mendengar pertanyaan ini, seringkali saya jawab dengan singkat
"Kenapa musti harus dengan kekerasan?". Dan seringkali saya
menceritakan kisah di bawah ini agar mereka mengerti apa
maksudnya Mendidik Anak Tanpa Kekerasan.

Pada suatu hari Dr. Arun Gandhi, cucu Mahatma Gandhi, memberi
ceramah di Universitas Puerto Rico. Ia menceritakan suatu
kisah dalam hidupnya:

Waktu itu saya masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama
orangtua di sebuah lembaga yang didirikan oleh kakek saya,
di tengah kebun tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika
Selatan. Kami tinggal jauh di pedalaman dan tidak memiliki
tetangga. Tak heran bila saya dan dua saudara perempuan saya
sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota untuk mengunjungi
teman atau menonton bioskop.

Pada suatu saat, ayah meminta saya untuk mengantarkan beliau
ke kota untuk menghadiri konferensi sehari penuh. Dan, saya
sangat gembira dengan kesempatan itu. Tahu bahwa saya akan
pergi ke kota, ibu memberikan daftar belanjaan yang ia perlukan.
Selain itu, ayah juga meminta saya mengerjakan beberapa
pekerjaan tertunda, seperti memperbaiki mobil di bengkel.

Pagi itu setiba di tempat konferensi, ayah berkata "Ayah tunggu
kau di sini jam 5 sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama."

Segera saja saya menyelesaikan berbagai pekerjaan yang diberikan
oleh ayah dan ibu. Kemudian saya pergi ke bioskop. Wah, saya
benar-benar terpikat dengan dua permainan John Wayne sehingga
lupa akan waktu. Begitu melihat jam menunjuk pukul 17.30,
langsung saya berlari menuju bengkel mobil dan buru-buru menjemput
ayah yang sudah menunggu saya. Saat itu sudah hampir pukul 18.00!!!

Dengan gelisah ayah menanyai saya "Kenapa kau terlambat?".
Saya sangat malu untuk mengakui bahwa saya menonton bioskop
sehingga saya menjawab, "Tadi mobilnya belum siap sehingga
saya harus menunggu."

Padahal, ternyata tanpa sepengetahuan saya, ayah telah menelepon
bengkel mobil itu. Dan ayah tahu kalau saya berbohong. Lalu ayah
berkata "Ada sesuatu yang salah dalam membesarkan engkau sehingga
engkau tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran
pada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, biarkanlah ayah
pulang berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik-baik."

Lalu dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya, ayah mulai
berjalan kaki pulang ke rumah. Padahal hari sudah gelap dan
jalanan sama sekali tidak rata. Saya tidak bisa meninggalkan ayah,
maka selama lima setengah jam, saya mengendarai mobil pelan-pelan
di belakang beliau, melihat penderitaan yang dialami beliau hanya
karena kebohongan bodoh yang saya lakukan.

Sejak itu saya tidak pernah berbohong lagi. Seringkali saya
berpikir mengenai kejadian ini dan merasa heran. Seandainya
ayah menghukum saya, sebagaimana kita menghukum anak-anak kita,
maka apakah saya akan mendapat sebuah pelajaran mengenai mendidik
tanpa kekerasan ? Kemungkinan saya akan menderita atas hukuman
itu, menyadarinya sedikit dan melakukan hal yang sama lagi.
Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa kekerasan yang sangat
luar biasa, sehingga saya merasa kejadian itu baru terasa kemarin.
Itulah kekuatan bertindak tanpa kekerasan.

Ketika kita berhasil menancapkan suatu pesan yang sangat kuat
di bawah sadar seorang anak maka informasi itu akan langsung
mempengaruhi perilakunya. Itulah salah satu bentuk hypnosis
yang sangat kuat. Apakah hal sebaliknya bisa terjadi? Ya bisa saja!
Oleh karena itu kita perlu keyakinan penuh dalam melakukannya
sehingga hasil positif yang kita inginkan pasti tercapai.
Hal ini memerlukan pemikiran yang mendalam dan kesadaran diri
yang kuat dan terlatih. Janganlah bertindak karena reaksi spontan
belaka dan kemudian menyesal setelah melakukannya.

Jika kita mau berpikir sedikit ke belakang ke masa di mana
anak-anak kita masih kecil sekali maka di masa itulah semua
"bibit" perilaku dan sikap ditanamkan. "Bibit" perilaku dan sikap
inilah yang kelak akan mewarnai kehidupan remaja dan dewasanya.
Siapakah yang menanamkan "bibit" perilaku dan sikap itu untuk
pertama kalinya? Ya Anda pasti sudah tahu jawabnya, kitalah
orangtua yang menanamkan segala macam "bibit" perilaku dan
sikap itu.

Bagaimana jika sebagian besar waktu anak dihabiskan dengan
pengasuhnya (baby sitter). Ya berdoalah semoga pengasuh anak
Anda mempunyai pemikiran bijaksana dan bisa mempengaruhi anak
Anda secara positif. Berharaplah pengasuh anak (baby sitter)
Anda mengerti cara kerja pikiran dan mengerti bagaimana bersikap,
berucap dan bertindak dengan baik agar anak Anda memperoleh
"bibit" sikap dan perilaku yang baik.

Seseorang bisa menjadi baik atau buruk pasti karena sesuatu "sebab".
Perilaku, ucapan sikap, dan pikiran yang baik atau buruk hanyalah
suatu rentetan "akibat" dari suatu "sebab" yang telah ditanamkan
terlebih dahulu. Mungkinkah terjadi "akibat" tanpa "sebab"?
Mungkinkah anak kita berbohong tanpa sebab, mungkinkah anak kita
"nakal" tanpa sebab, mungkinkah anak kita rewel tanpa sebab?
Sebagai orangtua kita wajib mencari tahu apa penyebabnya.
Tidaklah pantas sebagai orangtua kita langsung bereaksi spontan
begitu saja tanpa memikirkan apa yang baru saja kita perbuat.
Bukankah ini akan memberi contoh baru bagi anak kita tentang
bagaimana bertindak dan bersikap?

Sewaktu kita mempunyai anak maka kita menjadi orangtua, tetapi
kita tidak pernah punya pengalaman menjadi orangtua. Kita mempunyai
pengalaman menjadi anak. Jadi kita harus mendidik diri kita sendiri
dengan belajar dari anak-anak. Bukan belajar dari apa yang dilakukan
orangtua pada kita. Ingatlah perasaan sewaktu kita masih menjadi
anak-anak. Amati mereka dan tanggapilah dengan penuh perhatian apa
yang mereka inginkan. Pengharapan, perlakuan dan pengakuan seperti
apa yang kita inginkan dari orangtua yang tidak pernah terpenuhi?

Perlakukan anak-anak seperti kita ingin diperlakukan!
Jangan perlakukan anak-anak seperti apa yang dilakukan orangtua
pada kita.


Untuk membaca atau memberikan komentar tentang artikel ini,
silakan isi form komentar dengan meng-klik alamat di bawah
ini. Terimakasih sebelumnya!
http://getresponse.com/click.html?x=a62a&lc=awb0&mc=3&s=HtZGB&y=7&


Pastikan anda membaca Newsletter Hypnoparenting edisi
berikutnya.

Salam Sukses,
Ariesandi dan Sukarto

SekolahOrangtua.com
Pusat Pendidikan Keluarga
Wisma Permai Tengah FF-2
Surabaya 60115
Indonesia

Tidak ada komentar: