Senin, 29 Juni 2009

Selamat bertemu kembali di Newsletter Hypnoparenting. Edisi
kali ini edisi #08 berjudul "Ada 3 Tipe Orangtua: Anda Tipe
yang Mana?".

Apa yang anda dapatkan dari newsletter edisi ini:
Mengenali ketiga tipe orangtua dan mengevaluasi diri sendiri,
termasuk tipe orangtua manakah kita. Mengerti bahwa orangtua
justru merupakan terapis terbaik bagi anak-anaknya.

Anda sudah siap untuk membaca newsletter ini selengkapnya??
Mari kita simak penjelasan berikut ini.


Ada 3 Tipe Orangtua: Anda Tipe yang Mana?
-----------------------------------------

"Halo, selamat siang Pak. Saya Indri pembaca buku Hypnoparenting.
Saya ingin minta waktu Bapak untuk konsultasi tentang masalah
anak saya. Apakah Bapak ada waktu?", demikian suara di seberang
telepon. Setelah saya tanyakan apa masalahnya kemudian kami
menyepakati jadwal bertemu.

Masalah Irwan, anak Ibu Indri, adalah masalah motivasi belajar.
Irwan duduk di kelas dua Sekolah Dasar. Karena "malas" belajar
maka nilainya jelek dan akhirnya ia jadi minder di hadapan
teman-temannya. Tidak berhenti sampai di situ saja, ia sering
berkelahi dengan temannya dan berselisih dengan guru dan orangtuanya.
Ibu Indri sering dipanggil oleh guru Irwan dan sang guru sudah
angkat tangan terhadap masalah tersebut.

Pada hari yang telah disepakati, saya menemui Ibu Indri dan Irwan.
Setelah mengobrol ringan beberapa saat, saya mengetahui bahwa
Ibu Indri dan suaminya adalah tipe orangtua ketiga. Orangtua
tipe pertama adalah orangtua "pencegah masalah", orangtua tipe ini
sering saya jumpai dalam seminar ataupun pelatihan intensif yang
saya berikan. Orangtua tipe kedua adalah orangtua "pencari solusi",
mereka mencari solusi atas permasalahan anaknya. Tipe ini juga
sering saya jumpai di seminar saya dan tak jarang berlanjut ke
janji konsultasi dan terapi. Tipe ketiga adalah orangtua "tahu beres".
Tipe ini hampir tidak pernah saya temui dalam seminar saya tetapi
sering langsung datang ke ruang konsultasi dan terapi.

Orangtua tipe ketiga, seperti Ibu Indri dan suaminya, datang ke
ruang terapi dengan harapan bahwa masalah anaknya langsung beres.
Mereka berharap saya adalah makhluk ajaib yang langsung bisa
meng-hypnosis anaknya untuk menuruti keinginannya.

Ketika mereka tahu bahwa proses perubahan anaknya menuntut proses
perubahan diri mereka sendiri, maka mereka jadi terheran-heran.
Orangtua tipe ketiga sering tidak menyadari bahwa permasalahan
anaknya bersumber dari pendekatan yang salah yang mereka lakukan
sejak anak tersebut menjalani proses tumbuh kembangnya. Orangtua
tipe ketiga sering menganggap bahwa anaklah yang sepenuhnya
bertanggungjawab atas masalahnya. Mereka benar-benar susah untuk
menerima kenyataan bahwa merekalah pemicu utama dari tindakan
anak-anaknya.

Mengapa bisa begitu? Karena pada awal mulanya anak-anak hanya
merespon sikap dan tindakan orangtuanya. Ketika orangtua mengulangi
sikap dan tindakannya maka si anak juga mengulang respon yang sama.
Dan akhirnya karena sering diulang, maka hal ini menjadi kebiasaan
dan karakter si anak.

Setelah saya memberikan masukan pada Ibu Indri dan suaminya tentang
masalah Irwan, kemudian saya mulai membantu Irwan secara pribadi
untuk mulai mengubah cara pandangnya. Pada dasarnya ia anak yang
sangat baik dan cukup punya pengertian tentang berbagai masalahnya.
Ia mulai menyadari bahwa kejengkelan terhadap orangtuanya yang
sering menjadi pemicu dari sikapnya. Saya meyakinkan padanya bahwa
papa mamanya akan mengubah pendekatan mereka padanya. Setelah itu
kami berpisah.

Satu bulan kemudian Ibu Indri menelepon saya untuk minta waktu lagi.
Ia mengatakan bahwa perubahan anaknya hanya terjadi dua minggu saja.
Setelah itu sikapnya balik lagi seperti semula.

Singkat cerita kami bertemu kembali. Dan saya tahu apa yang harus
saya katakan pertama kali untuk memeriksa kembali kasus ini.
Pertanyaan saya pertama adalah seberapa konsisten ibu Indri dan
suaminya menjalankan apa yang saya minta. Mereka langsung mengatakan
bahwa mereka susah sekali untuk mengubah pola pendekatannya ke Irwan.
Mereka sering kembali lagi ke pola lama mereka yang menggunakan
bentakan, cemoohan dan perkataan yang merendahkan secara tidak
langsung. Mereka sering mengambil jalan pintas.

"Lalu saya harus bagaimana lagi. Saya sudah jengkel dan tak sabar
melihat sikapnya. Saya kan masih banyak pekerjaan lain. Saya tidak
mengurusi dia saja khan?", demikian Ibu Indri membela dirinya.

"Kalau begitu siapa yang harus mengurusi Irwan yang masih sekecil
itu?", demikian saya ingin tahu jawabannya. "Lha saya kan sudah
sekolahkan dia. Saya sudah panggilkan guru les ke rumah untuk
menemaninya belajar. Saya sudah sediakan pengasuh khusus untuknya.
Apa lagi yang harus saya lakukan?", demikian katanya setengah putus asa.

"Hmmmm tapi bukan itu saja yang dibutuhkan Irwan. Mereka semua
tidak bisa memenuhi tangki cinta Irwan. Hanya Ibu dan Bapak yang
bisa melakukannya. Dan Irwan benar-benar mengharapkan hal itu dari
Bapak dan Ibu tetapi ia jarang mendapatkannya. Kedekatan fisik
Bapak Ibu tidak berarti kedekatan emosional. Masalah ini hanya
bisa diselesaikan jika bapak Ibu berkomitmen pada diri sendiri
untuk melakukan perubahan sehingga akhirnya Irwan akan meresponnya
dengan cara berbeda pula. Bapak Ibulah yang menjadi terapis utama
bagi Irwan, bukan saya! Secanggih-canggihnya saya melakukan
hipnoterapi pada Irwan tetapi jika Bapak Ibu di rumah, yang jelas
lebih banyak berhubungan dengan Irwan, tidak mendukung tumbuhnya
kebiasaan baru maka cepat atau lambat hasil terapi akan terkikis
habis!", demikian saya menjelaskan.

Dari contoh kasus di atas jelas sekali bahwa peranan orangtua
sebagai terapis bagi anaknya sendiri sangat besar. Orangtua adalah
akar dari sebuah pohon yang akan menyerap segala nutrisi yang ada
di sekitarnya dan kemudian menyalurkannya ke anak sebagai buah
yang ada jauh di atas pohon. Untuk menghasilkan buah yang baik,
maka akarnya yang harus diperhatikan agar bisa menyalurkan nutrisi
yang baik dan berguna bagi bakal buah yang akan berkembang.
Ketika buah sudah sudah muncul maka perlakuan kita untuk mengubahnya
hanya mempunyai pengaruh yang kecil atau bisa jadi terlambat.

Bagaimanakah dengan diri kita sendiri? Termasuk tipe orangtua
manakah kita? Saya percaya artikel ini jatuh ke tangan orangtua
tipe pertama dan kedua. Orangtua tipe ketiga yang tahu beres
tidak akan mau repot membaca artikel ini. Bila Anda punya teman
atau kerabat yang tipe ketiga, e-mail atau beritahukan artikel
ini pada mereka agar cepat sadar/bertobat demi masa depan
anak-anaknya. Salam hangat penuh cinta.


Untuk membaca atau memberikan komentar tentang artikel ini,
silakan isi form komentar dengan meng-klik alamat di bawah
ini. Terimakasih sebelumnya!
http://getresponse.com/click.html?x=a62a&lc=qmOP&mc=3&s=HtZGB&y=z&


Pastikan anda membaca Newsletter Hypnoparenting
edisi berikutnya.

Salam Sukses,
Ariesandi dan Sukarto

SekolahOrangtua.com
Pusat Pendidikan Keluarga
Wisma Permai Tengah FF-2
Surabaya 60115
Indonesia

Tidak ada komentar: